Minggu, 11 September 2022

Faktor yang menyebabkan manusia keluar dari Fitrahnya

 Mengapa manusia keluar dari fitrah nya ?


Fitrah sebagai ciptaan Allah, pada dasarnya tidak ada perubahan baginya. Akan tetapi dalam pertumbuhan dan perkembangannya fitrah itu mempunyai kemungkinan mengalami perubahan. Agar fitrah itu tetap dalam kondisinya semula, diperlukan adanya faktor yang mendukung dan mengarahkan perkembangan stabilnya. Dengan demikian tidak terjadi penyimpangan dari perkembangannya, sehingga naluri pokoknya akan mengarah kepada kecenderungan kebutuhan alami yang di terima, yakni kebutuhan sejak manusia masih di alam arwah dan dibawa sejak lahirnya ke dunia, yaitu kecenderungan terhadap tauhid dan agama haq

Adapun yang menjadikan manusia itu keluar dari fitrahnya adalah lingkungan atau pendidikan yang tidak membentuk dan memelihara dirinya dari fitrah. Banyak orang dari kalangan umum dan kaum terpelajar, menjauh dari agama akibat pengertian-pengertian keagamaan yang mereka peroleh pada masa kecil kurang mendukung ketentuan fitrah. Banyak dari orang tua yang tidak memiliki pengetahuan yang benar tentang agama atau pengajar agama kurang memiliki pengetahuan serta gambaran-gambaran keagamaan yang keliru atau telah rusak, sehingga tidak sesuai dengan akal, ilmu dan logika.

Faktor lingkungan seperti ini sangat berpengaruh terhadap fitrah manusia. Bahkan faktor tersebut dapat mempengaruhi kepribadian manusia. Namun demikian itu bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhinya tanpa dukungan dari faktor-faktor lain, yakni faktor perjanjian fitrah penciptaan manusia itu sendiri. Pernyataan tersebut menolak pandangan Skinnner yang mengatakan, bahwa lingkungan menentukan kehidupan manusia, betapapun dia mengubah lingkungannya.

Fitrah tidak dapat berkembang tanpa adanya pengaruh positif dari lingkungan yang mungkin dapat dimodifikasi atau dapat diubah secara drastis bila lingkungan itu tidak memungkinkan untuk menjadi fitrah itu lebih baik. Faktor-faktor ekstenal yang bergabung dengan fitrah dan sifat dasarnya bergantung pada sejauh mana interaksi eksternal dengan fitrah itu berperan.

Permaisuri fir’aun dari mesir telah menjadi wanita beriman kepada Allah SWT sekalipun lingkungan sekitar terpengaruh dengan lingkungan korup, sebagai ganti dari ketaatan kepada suaminya dia selalu berdoa kepada Allah, “Ya Allah Bangunkanlah aku satu rumah di surga dan selamatkanlah aku dari kaum yang zhalim

Jadi timbullah pertanyaan dari fitrah yang disebabkan dua faktor yaitu faktor intern dan faktor ekstern. meskipun dua faktor tersebut saling berinteraksi dalam diri seseorang akan tetapi dapat diamati satu persatu:

1.             Faktor Internal

Kesalahan dan penyimpangan dari fitrahnya itu disebabkan karena mempertahankan hawa nafsunya, sehingga telinga, hati dan matanya tidak lagi berperan sebagai nikmat yang dirasakan dan harus disyukuri tidak mampu mengambil pelajaran dan mengingat serta memperhatikan fitrahnya. Maka amat merugilah dalam hidup di dunia dan di akhirat kelak, firman Allah SWT: “yaitu orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya dan membuat kerusakan di muka bumi. Mereka itulah orang- orang yang rugi”. (QS. Al Baqarah 2:27)

Demikian orang yang mempertuhankan nafsunya, berarti ia berkhianat kepada Allah, disamping itu dia juga berkhianat terhadap janji yang telah disanggupinya. Penghianatan itu antara lain meninggalkan fitrahnya, dengan memutuskan ibadah kepada Allah dan berbuat kerusakan di muka bumi.

Jadi faktor internal yang mempengaruhi fitrah manusia semata-mata dari dalam diri manusia itu sendiri, terlepas dari faktor genetika keturunan dan orang tuanya. Sebab seandainya faktor genetika keturunan dari orang tuanya mampu berpengaruh terhadap tidak stabilnya fitrah, maka disamping tidak ada kesucian fitrah bagi manusia juga terjadi suatu paksaan dalam kesesatan seseorang, baik itu musyrik, kafir ataupun munafik. Maka terjadi pula adanya warisan dosa, yang pada prinsipnya bertentangan dengan sifat rahman rahim Allah. Sedangkan dalam Islam, itu sama sekali tidak ada wujudnya. Firman Allah: “Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul” (QS. Al Isra 17:15)

2.             Faktor Eksternal

Semua makhluk yang ada di dunia ini, yang hidup maupun tidak hidup, tidak lepas dari hubungannya dengan lingkungannya. Manusia hidup mempunyai akal pikiran, kemauan dan kemampuan. Ia tidak dapat lepas dari alam lingkungan dan sesamanya. Oleh karena itu lingkungan hidup manusia dapat dikelompokan atas dua bagian. Yaitu lingkungan alam sekitar dan lingkungan pergaulan.

Kedua lingkungan itu dapat mempengaruhi pemikiran manusia. Sebaliknya secara sadar atau tidak, manusia akan menyesuaikan diri terhadap lingkunganya. Sikap menyesuaikan itu merupakan usaha untuk mempertahankan atau memperjuangkan hidup sesuai dengan kebutuhannya. Hal ini tampak jelas dalam lingkungan pergaulan dimana pergaulan manusia banyak diwarnai oleh lingkungan pergaulannya. Sebab di dalam lingkungan tersebut disamping ada interaksi antara individu-individu dalam rangka memenuhi kebutuhannya, manusia juga dapat memperoleh pengetahuannya.

Terkumpulnya berbagai informasi yang didapat melalui pancaindera dan tersimpan dalam diri manusia, akan dipikirkan oleh akal pikiran dan ditimbang oleh hatinya, dapat menumbuhkan suatu pengetahuan. Kemudian pengetahuan itu akan berkembang menjadi keyakinan tentang kesalahan atau kebenaran. Pada tahap selanjutnya keyakinan ini akan mendorong manusia untuk berbuat atau tidak berbuat. Oleh karena itu, perbuatan sebagai manifestasi dari jiwa dan hati, akan di dominasi oleh pengaruh keyakinan yang lebih kuat, sehingga tindakan dan perilaku sesuai dengan keyakinan itu. Kemudian apabila keyakinan sangat kuat itu dihadapkan dengan sesuatu yang baru, maka ia akan tetap mengingkarinya

Bentuk kepribadian dan keyakinan seseorang sebagai bangunan fitrahnya dipengaruhi oleh lingkungannya, terutama keluarga sebagai komponen yang paling dekat dengan dirinya. Oleh karena itu, untuk membentuk kepribadian manusia dalam bangunan fitrahnya, sangat diperlukan lingkungan baik dengan dibekali ajaran dan pendidikan agama Allah. Sehingga, fitrahnya dapat terjaga dan terpelihara secara baik dan mengarah kepada kecenderungan asal mulanya, yakni fitrah agama tauhid.


Sekian, semoga bermanfaat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar