Mengapa manusia keluar dari fitrah nya ?
Fitrah sebagai ciptaan Allah, pada dasarnya tidak ada perubahan
baginya. Akan tetapi dalam pertumbuhan dan perkembangannya fitrah itu mempunyai
kemungkinan mengalami perubahan. Agar fitrah itu tetap dalam kondisinya semula,
diperlukan adanya faktor yang mendukung dan mengarahkan perkembangan stabilnya.
Dengan demikian tidak terjadi penyimpangan dari perkembangannya, sehingga
naluri pokoknya akan mengarah kepada kecenderungan kebutuhan alami yang di
terima, yakni kebutuhan sejak manusia masih di alam arwah dan dibawa sejak
lahirnya ke dunia, yaitu kecenderungan terhadap tauhid dan agama haq
Adapun yang menjadikan manusia itu keluar dari fitrahnya adalah lingkungan atau pendidikan yang tidak membentuk dan
memelihara dirinya dari fitrah. Banyak orang dari kalangan umum dan kaum
terpelajar, menjauh dari agama akibat pengertian-pengertian keagamaan yang
mereka peroleh pada masa kecil kurang mendukung ketentuan fitrah. Banyak dari
orang tua yang tidak memiliki pengetahuan yang benar tentang agama atau
pengajar agama kurang memiliki pengetahuan serta gambaran-gambaran keagamaan yang keliru
atau telah rusak, sehingga tidak sesuai dengan akal, ilmu dan logika.
Faktor lingkungan seperti ini sangat berpengaruh terhadap fitrah
manusia. Bahkan faktor tersebut dapat mempengaruhi kepribadian manusia. Namun demikian
itu bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhinya tanpa dukungan dari
faktor-faktor lain, yakni faktor perjanjian fitrah penciptaan manusia itu sendiri.
Pernyataan tersebut menolak pandangan Skinnner yang mengatakan, bahwa
lingkungan menentukan kehidupan manusia, betapapun dia mengubah lingkungannya.
Fitrah tidak dapat berkembang tanpa adanya pengaruh positif dari
lingkungan yang mungkin dapat dimodifikasi atau dapat diubah secara drastis
bila lingkungan itu tidak memungkinkan untuk menjadi fitrah itu lebih baik. Faktor-faktor
ekstenal yang bergabung dengan fitrah dan sifat dasarnya bergantung pada sejauh
mana interaksi eksternal dengan fitrah itu berperan.
Permaisuri fir’aun dari mesir telah menjadi wanita beriman kepada
Allah SWT sekalipun lingkungan sekitar terpengaruh dengan lingkungan korup,
sebagai ganti dari ketaatan kepada suaminya dia selalu berdoa kepada Allah, “Ya
Allah Bangunkanlah aku satu rumah di surga dan selamatkanlah aku dari kaum yang
zhalim”
Jadi timbullah pertanyaan dari fitrah yang disebabkan dua faktor
yaitu faktor intern dan faktor ekstern. meskipun dua faktor tersebut saling
berinteraksi dalam diri seseorang akan tetapi dapat diamati satu persatu:
1.
Faktor
Internal
Kesalahan dan
penyimpangan dari fitrahnya itu disebabkan karena mempertahankan hawa nafsunya,
sehingga telinga, hati dan matanya tidak lagi berperan sebagai nikmat yang
dirasakan dan harus disyukuri tidak mampu mengambil pelajaran dan mengingat
serta memperhatikan fitrahnya. Maka amat merugilah dalam hidup di dunia dan di
akhirat kelak, firman Allah SWT: “yaitu orang-orang yang melanggar
perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh, dan memutuskan apa yang
diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya dan membuat
kerusakan di muka bumi. Mereka itulah orang- orang yang rugi”. (QS. Al Baqarah
2:27)
Demikian orang
yang mempertuhankan nafsunya, berarti ia berkhianat kepada Allah, disamping itu
dia juga berkhianat terhadap janji yang telah disanggupinya. Penghianatan itu
antara lain meninggalkan fitrahnya, dengan memutuskan ibadah kepada Allah dan
berbuat kerusakan di muka bumi.
Jadi faktor
internal yang mempengaruhi fitrah manusia semata-mata dari dalam diri manusia
itu sendiri, terlepas dari faktor genetika keturunan dan orang tuanya. Sebab
seandainya faktor genetika keturunan dari orang tuanya mampu berpengaruh
terhadap tidak stabilnya fitrah, maka disamping tidak ada kesucian fitrah bagi
manusia juga terjadi suatu paksaan dalam kesesatan seseorang, baik itu musyrik,
kafir ataupun munafik. Maka terjadi pula adanya warisan dosa, yang pada
prinsipnya bertentangan dengan sifat rahman rahim Allah. Sedangkan dalam Islam, itu sama sekali tidak ada wujudnya.
Firman Allah: “Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain,
dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul” (QS. Al
Isra 17:15)
2.
Faktor
Eksternal
Semua makhluk
yang ada di dunia ini, yang hidup maupun tidak hidup, tidak lepas dari
hubungannya dengan lingkungannya. Manusia hidup mempunyai akal pikiran, kemauan
dan kemampuan. Ia tidak dapat lepas dari alam lingkungan dan sesamanya. Oleh
karena itu lingkungan hidup manusia dapat dikelompokan atas dua bagian. Yaitu
lingkungan alam sekitar dan lingkungan pergaulan.
Kedua
lingkungan itu dapat mempengaruhi pemikiran manusia. Sebaliknya secara sadar
atau tidak, manusia akan menyesuaikan diri terhadap lingkunganya. Sikap
menyesuaikan itu merupakan usaha untuk mempertahankan atau memperjuangkan hidup
sesuai dengan kebutuhannya. Hal ini tampak jelas dalam lingkungan pergaulan
dimana pergaulan manusia banyak diwarnai oleh lingkungan pergaulannya. Sebab di
dalam lingkungan tersebut disamping ada interaksi antara individu-individu
dalam rangka memenuhi kebutuhannya, manusia juga dapat memperoleh
pengetahuannya.
Terkumpulnya
berbagai informasi yang didapat melalui pancaindera dan tersimpan dalam diri
manusia, akan dipikirkan oleh akal pikiran dan ditimbang oleh hatinya, dapat
menumbuhkan suatu pengetahuan. Kemudian pengetahuan itu akan berkembang menjadi
keyakinan tentang kesalahan atau kebenaran. Pada tahap selanjutnya keyakinan
ini akan mendorong manusia untuk berbuat atau tidak berbuat. Oleh karena itu,
perbuatan sebagai manifestasi dari jiwa dan hati, akan di dominasi oleh
pengaruh keyakinan yang lebih kuat, sehingga tindakan dan perilaku sesuai
dengan keyakinan itu. Kemudian apabila keyakinan sangat kuat itu dihadapkan
dengan sesuatu yang baru, maka ia akan tetap mengingkarinya
Bentuk
kepribadian dan keyakinan seseorang sebagai bangunan fitrahnya dipengaruhi oleh
lingkungannya, terutama keluarga sebagai komponen yang paling dekat dengan
dirinya. Oleh karena itu, untuk membentuk kepribadian manusia dalam bangunan
fitrahnya, sangat diperlukan lingkungan baik dengan dibekali ajaran dan
pendidikan agama Allah. Sehingga, fitrahnya dapat terjaga dan terpelihara
secara baik dan mengarah kepada kecenderungan asal mulanya, yakni fitrah agama
tauhid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar