Politik Perdagangan Islam, berdiri atas asas sebagai berikut:
1.
Asas
Perdagangan di dasarkan pada Pedagangnya, bukan Komoditi.
Dalam Permasalahan
Perdagangan, baik Domestik maupun Internasional, Islam menjadikan Pedagang
sebagai asas yang akan di jadikan titik perhatian dalam kajian maupun Hukum-hukum
Perdagangannya. Status hukum Komoditi yang diperdagangkan akan mengikuti status
hukum pedagangnya. Hukum dagang/jual-beli adalah hukum terhadap kepemilikan
harta, bukan hukum terhadap harta yang di milikinya. Dengan kata lain, hukum
dagang/jual-beli adalah hukum untuk penjual dan pembeli, bukan untuk harta yang
di jual atau yang di beli.
2.
Perdagangan
Internasional mengikuti Politik Luar Negeri Islam
Menurut
Pandangan Islam, status Pedagang Internasional mengikuti kebijakan Politik Luar
Negeri Islam. Negara-negara di luar Darul Islam di pandang sebagai Darul
Harbi. Darul Harbi di bagi dua, yaitu Darul Harbi fi’lam yang
maksudnya adalah negara yang secara nyata (de facto) sedang memerangi
Islam, dan Darul Harbi Hukman, yaitu negara yang secara de facto
tidak sedang berperang dengan Islam.
Berdasarkan pada pandangan Politik Luar Negeri Islam itulah, maka
status pedagang dapat di kelompokkan menjadi empat hal, yaitu :
a.
Pedagang
yang berstatus sebagai Warga Negara.
Warga negara
Islam, yaitu Muslim maupun non-Muslim (kafir dzimmi), mempunyai Hak
aktivitas untuk berdagang di luar negeri juga dalam negeri. Mereka bebas melakukan
Ekspor-impor komoditi apapun tanpa harus ada Izin Negara, juga tanpa ada batasan
Kuota, selama komoditi tersebut tidak membawa dharar.
b.
Pedagang
dari negara Harbi Hukman.
Muslim ataupun
Non-Muslim memerlukan Izin khusus dari negara jika mereka akan memasukkan Komoditinya.
Hal tersebut berlaku untuk pedagang dan juga komoditinya. Jika pedagang Harbi Hukman
telah berada di dalam negara, maka dia berhak untuk berdagang apa saja di dalam
Negeri maupun membawa keluar komoditi apa saja selama komoditi tersebut tidak
membawa dharar.
c.
Pedagang
dari Negara Harbi Hukman yang terikat perjanjian.
Pedagang kafir Mu’ahad,
yaitu pedagang yang berasal dari negara Harbi Hukman yang terikat perjanjian
dengan negara Islam, diperlakukan sesuai dengan isi Perjanjian yang telah di
sepakati, baik komoditi yang di impor maupun di ekspor ke negara Islam.
d.
Pedagang
dari Negara Harbi Fi’lam.
Muslim ataupun non-Muslim di haramkan secara mutlak melakukan Ekspor maupun Impor. Perlakuan terhadap Negara yang memang secara nyata memerangi Islam adalah Embargo secara penuh, baik untuk kepentingan ekspor mapun impor. Pelanggaran terhadap embargo ini di anggap sebagai perbuatan dosa.
Solusi yang di tawarkan Islam dalam menanggulangi kelaparan tidak hanya untuk satu atau dua negara, melainkan secara Universal. Langkah-langkah kebijakan yang di ambil bagi suatu Pemerintahan mestilah melihat “isi perut rakyatnya” penuhi dulu kebutuhan mereka, kenyangkan perutnya supaya dengan itu, mereka bisa punya Energi untuk bekerja, untuk menjalankan Kebijakan Pemerintah, untuk patuh dan taat kepada Pemimpin, untuk Fokus beribadah dengan baik. Dengan salah satu cara tersebut, Pemerintah akan lebih mudah membuat kebijakan yang bak bagi rakyatnya, dan rakyat pun siap untuk menjalankannya, Simbiosis Mutualisme ada dalam hubungan rakyat dan Pemerintah
Daftar Pustaka
- Dwi Condro, Perdagangan Internasional, Jurnal al-Wasi’i, 2005. Hlm. 26.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar