Minggu, 11 September 2022

Asas yang mendasari Politik Perdagangan Islam

 


Politik Perdagangan Islam, berdiri atas asas sebagai berikut:

1.             Asas Perdagangan di dasarkan pada Pedagangnya, bukan Komoditi.

Dalam Permasalahan Perdagangan, baik Domestik maupun Internasional, Islam menjadikan Pedagang sebagai asas yang akan di jadikan titik perhatian dalam kajian maupun Hukum-hukum Perdagangannya. Status hukum Komoditi yang diperdagangkan akan mengikuti status hukum pedagangnya. Hukum dagang/jual-beli adalah hukum terhadap kepemilikan harta, bukan hukum terhadap harta yang di milikinya. Dengan kata lain, hukum dagang/jual-beli adalah hukum untuk penjual dan pembeli, bukan untuk harta yang di jual atau yang di beli.

2.             Perdagangan Internasional mengikuti Politik Luar Negeri Islam

Menurut Pandangan Islam, status Pedagang Internasional mengikuti kebijakan Politik Luar Negeri Islam. Negara-negara di luar Darul Islam di pandang sebagai Darul Harbi. Darul Harbi di bagi dua, yaitu Darul Harbi fi’lam yang maksudnya adalah negara yang secara nyata (de facto) sedang memerangi Islam, dan Darul Harbi Hukman, yaitu negara yang secara de facto tidak sedang berperang dengan Islam.

Berdasarkan pada pandangan Politik Luar Negeri Islam itulah, maka status pedagang dapat di kelompokkan menjadi empat hal, yaitu :

a.              Pedagang yang berstatus sebagai Warga Negara.

Warga negara Islam, yaitu Muslim maupun non-Muslim (kafir dzimmi), mempunyai Hak aktivitas untuk berdagang di luar negeri juga dalam negeri. Mereka bebas melakukan Ekspor-impor komoditi apapun tanpa harus ada Izin Negara, juga tanpa ada batasan Kuota, selama komoditi tersebut tidak membawa dharar.

b.             Pedagang dari negara Harbi Hukman.

Muslim ataupun Non-Muslim memerlukan Izin khusus dari negara jika mereka akan memasukkan Komoditinya. Hal tersebut berlaku untuk pedagang dan juga komoditinya. Jika pedagang Harbi Hukman telah berada di dalam negara, maka dia berhak untuk berdagang apa saja di dalam Negeri maupun membawa keluar komoditi apa saja selama komoditi tersebut tidak membawa dharar.

c.              Pedagang dari Negara Harbi Hukman yang terikat perjanjian.

Pedagang kafir Mu’ahad, yaitu pedagang yang berasal dari negara Harbi Hukman yang terikat perjanjian dengan negara Islam, diperlakukan sesuai dengan isi Perjanjian yang telah di sepakati, baik komoditi yang di impor maupun di ekspor ke negara Islam.

d.             Pedagang dari Negara Harbi Fi’lam.

Muslim ataupun non-Muslim di haramkan secara mutlak melakukan Ekspor maupun Impor. Perlakuan terhadap Negara yang memang secara nyata memerangi Islam adalah Embargo secara penuh, baik untuk kepentingan ekspor mapun impor. Pelanggaran terhadap embargo ini di anggap sebagai perbuatan dosa.


Solusi yang di tawarkan Islam dalam menanggulangi kelaparan tidak hanya untuk satu atau dua negara, melainkan secara Universal. Langkah-langkah kebijakan yang di ambil bagi suatu Pemerintahan mestilah melihat “isi perut rakyatnya” penuhi dulu kebutuhan mereka, kenyangkan perutnya supaya dengan itu, mereka bisa punya Energi untuk bekerja, untuk menjalankan Kebijakan Pemerintah, untuk patuh dan taat kepada Pemimpin, untuk Fokus beribadah dengan baik. Dengan salah satu cara tersebut, Pemerintah akan lebih mudah membuat kebijakan yang bak bagi rakyatnya, dan rakyat pun siap untuk menjalankannya, Simbiosis Mutualisme ada dalam hubungan rakyat dan Pemerintah


Daftar Pustaka

  1. Dwi Condro, Perdagangan Internasional, Jurnal al-Wasi’i, 2005. Hlm. 26.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar