Hukum Islam dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori, yaitu:
1.
al-Ahkam al-Manshush
Yaitu hukum-hukum yang telah di tegaskan secara langsung oleh nash
Al Quran atau hadist yang di dalamnya tidak terkandung unsur-unsur
pentakwilan/penafsiran. Dalam menanggapi masalah ini para ahli ushul menyatakan
bahwa hukum-hukum seperti ini disebut dengan istilah “syari’ah” dan
lazimnya disebut “hukum qath’iyyah” dari statusnya yang qath’iyyah
ini lah, maka dalam penerapan hukumnya adalah sebagai berikut:
a.
Ia
harus diikuti apa adanya
b.
Ia
berlaku untuk seluruh manusia sepanjang masa dalam segala bentuk, situasi dan
kondisi
c.
Ia
tidak boleh ditambah atau di kurangi
d.
Tidak
berlaku ijtihad
Dengan demikian ia tidak bisa ditawar-tawar lagi, sebab
kebenarannya yang dibawanya bersifat pasti, absolut, mutlak, original. Atas
dasar inilah dalam hukum Islam tidak boleh terjadi perbedaan pandangan.
2.
al-Ahkam Ghairu al-Manshush
Yaitu hukum Islam yang belum atau tidak di jelaskan langsung oleh
nash Al Quran atau hadist dan baru bisa diketahui setelah terjadi penggalian
lewat ijtihad. Hal ini dikenal dengan sebutan “fiqih” yang lazimnya
disebut dengan istilah “hukum dzanni” atau “hukum ijtihadi”.
Dari statusnya
inilah maka penerapannya harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi, bahkan
harus sejalan dengan tuntutan zaman beserta kemaslahatan-kemaslahatannya.
Disini, permainan, pola pikir, dan pemikiran para mujtahid benar-benar
teruji, sebab kebenaran yang dihasilkannya itu, harus berpijak pada kenyataan
bahwa:
a.
Ia
benar, tetapi di dalamya masih besar sekali terkandung kemungkinan kesalahan.
b.
Ia salah,
tetapi di dalamnya masih terkandung beberapa kemungkinan adanya kebenaran.
Dengan demikian
dapat dipahami bahwa syariah maupun fiqih adalah sama-sama hukum Islam yang
muncul dari sumber yang sama, yaitu Al Quran dan Hadist. Hanya saja
perbedaannya, syariah (dalam kategori pertama) dapat diketahui secara tegas dan
tidak perlu dilakukan penggalian lagi, sedangkan fiqih (dalam kategori kedua)
belum dapat di ketahui sebelum ada penggalian dan ini harus dilakukan melalui ijtihad.
Oleh karena
itu, untuk mengetahui hukum dari suatu hal, lebih dahulu harus diketahui:
- Apakah masalah tersebut masuk
kategori awal atau kedua?
Sebab jika,
jawabannya itu kategori awal, maka yang harus ditunjukkan adalah dalilnya, baik
dari Al Quran dan Hadist, akan tetapi, jika jawabannya ternyata kategori kedua,
maka yang harus dilakukan adalah penggaliannya melalui ijtihadnya, dengan
berpijak pada hal-hal sebagai berikut:
a.
Jika
masalahnya benar-benar baru dan belum terbahas oleh para mujtahid terdahulu,
maka yang harus dikerjakan adalah melakukan analogi secara hati-hati dan teliti
dengan masalah yang sudah ada ketentuan hukumnya, seperti hukum perjudian
dengan maisir atau ekstasi dengan khamr dan lain sebagainya.
b.
Jika
masalahnya sudah pernah terbahas, maka yang harus dilakukan adalah menunjukkan:
1)
Siapa
mujtahid nya
2)
Bagaimana
dalilnya
3)
Bagaimana
bentuk istidlalnya/penerapannya.
Islam adalah
agama yang diturunkan untuk manusia akhir zaman melalui wahyu, sehingga wajar
sekali jika memiliki keistimewaan dibanding dengan agama lain, khususnya
kelengkapan hukum yang ada di dalamnya.
Atas dasar itulah hukum islam dikatakan
sebagai hukum yang paling lengkap sehingga kelengkapannya mudah dan
sewaktu-waktu dapat diikuti oleh dan pada waktu yang lain ia mengikuti tuntutan
kemaslahatan.
Daftar Pustaka
- Ma’shum Zein, Menguasai Ilmu Ushul Fiqih, Yogyakarta:2013, hlm. 405-406.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar