Jumat, 30 September 2022

Pengaruh Nilai Agama di dalam Peradaban Islam

 Agama memberikan pengaruh besar dalam membangun Peradaban 

Peradaban Islam berasal dari Din (agama) yang bersumber dari wahyu Allah. Sehingga peradaban Islam bisa dikenal juga dengan istilah tamaddun atau madaniyyah. Islam diakui sebagai sebuah Agama dan Peradaban, karena di samping mengandung Nilai dan Ajaran Normatif, Islam juga merupakan kreator dan spirit yang hidup bagi sebuah Peradaban besar dunia yang eksistensinya terbentang luas lebih dari 14 abad. Kata Peradaban juga berasal dari kata “adab” yang berarti: Kesopanan; Kehalusan dan Kebaikan Budi pekerti; Akhlak. Beradab berarti: 1) Sopan baik budi bahasa, dan 2) telah maju tingkat kehidupan lahir batinnya. Peradaban berarti: 1) Kemajuan (kecerdasan, kebudayaan) lahir batin; 2) hal yang menyangkut Budi bahasa dan kebudayaan suatu bangsa.

Dari Pendekatan Antropologis, menurut Gulen, Peradaban adalah sebuah Konsep yang memiliki bentuk yang berbeda-beda sesuai dengan Konsep, pandangan, Falasafah dan daya Nalar yang dimiliki orang bersangkutan. Peradaban mencakup 1) Sekumpulan kreativitas berhubungan dengan Aktivitas Manusia, atau 2) Pola Pemikiran, Keyakinan dan Keilmuan suatu Umat, atau 3) setiap karakter khusus tertentu baik materiil maupun non materil.

Sejarawan Barat yang menulis tentang Sejarah Islam mengakui bahwa Agama memiliki pengaruh sangat kuat dalam Pendirian, Kemajuan, Kegemilangan dan Inovasi yang telah di raih oleh Peradaban Islam.

Dalam buku Gustave Le Bon yang berjudul “Hadharatu Al-Arab”, pada Bab 5 kita bisa membaca tentang pengaruh Agama dalam diri umat Islam. Dia menulis “Kita telah membahas tentang Hukum-hukum Al Quran adalah undang-undang yang tertulis. Terdapat perbedaan besar antara ajaran tertulis dengan pelaksana ajaran tersebut. Jika manusia ingin mengetahui pentingnya ajaran tersebut mereka harus mengetahui sejauh mana pengaruh ajaran tersebut dalam kehidupan dan batas pengaruh itulah yang harus di pelajari selanjutnya, hal ini tidak akan mampu kita lakukan kecuali mengetahuinya secara rinci.”

Pengaruh Agama Muhammad dalam jiwa para pemeluknya sangatlah besar, melebihi dari pengaruh Agama manapun terhadap pemeluknya. Beberapa suku yang menjadikan Al Quran sebagai pedoman masih teguh melaksanakan ajaran yang terdapat di dalamnya, selama tiga belas abad suku tersebut melaksanakan ajaran itu.

Memang benar dalam kehidupan umat Islam terdapat orang-orang zindik, tetapi jumlahnya sangat kecil. Lebih dari itu kita tidak pernah melihat mereka berani melanggar kesucian Agama Islam dengan tidak melaksanakan ajaran-ajaran yang sangat Fundamental, seperti Salat di Masjid dan Puasa di Bulan Ramadan yang dilaksanakan umat Islam dengan khusyu’. Padahal tidak seperti Puasa yang dilakukan Orang-orang Kristen, Puasa tersebut tidak mengandung Hukum yang sangat ketat. Hal itulah yang saya lihat ketika mengunjungi Negeri Islam, baik di Asia maupun Afrika.

Suatu hari Saya diberikan kesempatan untuk naik Perahu. Dalam Perahu tersebut terdapat beberapa orang Arab yang di borgol karena di tuduh telah melakukan perbuatan kriminal. Namun pada saat itu saya terkejut ketika melihat Orang-orang yang melanggar Hukum masyarakat dan dijatuhi hukumannya tersebut tidak berani melanggar ajaran Nabi. Ketika waktu Salat datang saya melihat borgol mereka di lepas agar mereka bisa Sujud dan menyembah kepada Allah dengan penuh Kerendahan !

Bagi orang yang ingin memahami Bangsa Timur yang sedikit sekali diketahui orang-orang Eropa, dia harus menerapkan pengaruh Agama dalam diri generasinya. Agama yang memiliki pengaruh sedikit dalam diri kita justru menjadi pengaruh besar dalam diri mereka, kalaulah tanpa Agama, semenjak masa Revolusi Modern yang banyak mengucurkan darah, rakyat Mesir tidak mungkin akan bisa di gerakkan.”

Kemudian Le Bon menulis tentang kejadian yang sangat penting. Dia menulis, “Orang yang berbicara kepada Bangsa Arab dengan nama Tuhan pasti tidak akan ditaati, meskipun orang-orang tidak tahu apakah dia berbicara dengan nama Tuhan yang benar. Seorang Observator Muslim atau Atheis harus menghormati kadar Keimanan yang dalam tersebut, karena dengan hal itu lah bangsa Arab mampu menjadi bangsa Penakluk. Namun pada saat sekarang mereka menjadi bangsa yang sabar menghadapi Kezaliman”.

Validitas Sejarah telah menceritakan bahwa keteguhan umat Islam memegang Agama adalah jalan Keberhasilan mereka dalam melewati berbagai bencana besar. Sebagaimana Sejarawan pun mencatat bahwa maju mundur Sejarah Islam banyak berkaitan dengan dekat atau jauhnya umat Islam terhadap Agama mereka. Hal itulah yang telah di tegaskan oleh Abul Hasan an-nadwi dalam salah satu risetnya yang sangat Briliant.

Ibnu Rusyd membatasi peran Agama atau Wahyu hanya dalam membangun nilai utama. Ia mengatakan bahwa Pengetahuan dan Kebenaran merupakan urusan Akal. Dalam hal ini Ibn Rusyd membuka dihadapan Manusia Cakrawala pencarian terus-menerus terhadap Kebenaran dan Pengetahuan.

Sejarah Modern pun telah menegaskan bahwa Asal mula gerakan seluruh kemerdekaan untuk melawan penjajah di Negeri Islam adalah gerakan Keagamaan. Para penggerak atau Pemimpin Gerakan-gerakan tersebut adalah para pemimpin Agama. Hal itulah yang telah di tegaskan oleh Sejarawan Yahudi, Bernard Lewis dalam bukunya yang berjudul “Al-Gharb wa Asy-Syarq Al-Ausath” (Barat dan Timur Tengah).

Bagi orang yang mempelajari Sejarah dan Peradaban Islam dengan mendalam pasti akan mendapatkan jejak-jejak yang tidak akan di dapatkan dalam Sejarah Peradaban lain. Jejak tersebut berasal dari Agama Islam yang di siram kepada umat islam sebagai pembuat Sejarah.

Salah satu jejak peninggalan Agama Islam adalah bahwa Ilmu dan Agama memiliki Hubungan Erat. Keduanya saling berkaitan, tidak bermusuhan atau berbeda. Bagi umat Islam Agama adalah Ilmu dan Ilmu adalah Agama. Untuk hal itulah tidak seperti Bangsa-bangsa lain seperti bangsa Eropa di Abad pertengahan, dalam kehidupan Umat Islam tidak pernah terjadi pertentangan tajam antara Ilmu dan Agama, pemikiran dan Akidah atau Syariat dan Hikmah.

Sejarah Bangsa Eropa di penuhi oleh peperangan sengit antara Ilmu dan Agama, atau dengan kata lain antara Ilmuan dan pemuka Agama. Para Pemuka Agama memberikan warna suci dan sakral terhadap beberapa Teori Filosofi Yunani. Padahal Filsafat tersebut hanyalah pemikiran manusia saja. Akan tetapi tidak seorang pun diizinkan untuk keluar atau menentangnya. Karena hal itu akan menyebabkan Laknat Tuhan, dihukum Murtad, Heretodoksi dan sesat dari Agama.

Dalam hal itu di buatlah Mahkamah Penyelidikan yang menyeramkan. Mahkamah tersebut berfungsi untuk menghukum orang yang menyerang kesucian Agama, membolehkan yang di haramkan dan keluar dari aturan yang telah di gariskan. Seperti orang yang mengatakan bahwa Bumi itu datar bukan bulat.

Dalam waktu yang sama, para Pelajar Muslim membaca Karya-karya Tafsir dan Ilmu Kalam bahwa Bumi adalah bulat. Misalnya “Tafsir al-Fakhrurrazi”, karya-karya al-Jurjani dan at-Taftazani dalam Ilmu Kalam, serta “al-Fashl fi al-Milal wa an-Nihal” karya Ibnu Hizam. Namun pendapat tersebut tidak menimbulkan Resistensi Agama ataupun menjadi beban bagi dunia.

Metode Ilmiah Induktif-Eksperimen lahir dalam Peradaban Islam. Kemudian metode tersebut di kembangkan oleh Ilmuan Muslim. Baik dalam bentuk Teori-Filsafat ataupun Teori-Terapan. Sehingga hal itulah yang menyebabkan berkembangnya Ilmu Fisika, Astronomi, Kimia, Anatomi, Kedokteran, Matematika, dll. Disertai dengan penerapan yang berhasil dalam seluruh segmen kehidupan, Ilmu-ilmu tersebut berkembang dengan cepat sekali.

Hal yang sama di lakukan oleh Umat Islam ketika mengkritik Filsafat Aristotelianisme. Hal tersebut bisa kita lihat dari kritikan tajam dan Ilmiah yang di lakukan oleh Ibnu Taimiyah.

Dari Peradaban Islamlah, bangsa Eropa mengambil Metode Eksperimen. Roger Bacon, Francis Bacon, serta murid-murid mereka, seluruhnya belajar dari Ilmu Pengetahuan dan Peradaban Islam. Dari Peradaban Islam inilah mereka banyak mengambil manfaat.

Posisi Islam sebagai Sistem Peradaban inilah dapat di pahami apabila kita menelaah Universalitas Sejarah Islam yang dengan itu kita akan mampu memahami bahwa Islam adalah Agama yang tinggi dan tidak ada yang bisa menandinginya. Sebagai sebuah Sistem Islam mengatur seluruh aspek dan tatanan kehidupan umat manusia, baik berkenaan Akidah dan ‘ubidiyah, Akhlak, Mu’amalah, Sosial kemasyarakatan, Ekonomi, Hukum, IPTEK dan sebagainya, Islam mengatur kita dari bangun tidur sampai tidur lagi, Islam peduli kepada kita setiap saat bahkan setiap detik. Tegaknya Peradaban Islam sangat erat kaitan nya dengan penegakan Syariat Islam, sebab sebagai sebuah Sistem Peradaban, Syariat Islam juga adalah pandangan hidup.

Menurut Gulen, Agama adalah salah satu unsur terpenting dalam hidup manusia, unsur yang tidak bisa di ganti oleh sesuatu yang lain. Menurut Gulen Agama memiliki peran yang sangat Vital dalam pembentukan jati diri sebuah Peradaban. Agama berperan: Pertama, Agama memainkan perang penting dalam pengorganisasian dan pengaturan kebutuhan spritual manusia, kebutuhan yang sangat bermakna dan penting bagi kita ketimbang kebutuhan materi. Agama memainkan peran yang krusial dalam menentukan dan memberlakukan hukum yang merupakan prinsip yang mengatur dalam aspek-aspek tertentu kehidupan.

Kedua, Agama memiliki kekuatan hukum yang tidak dapat terbantahkan. Agama didasarkan atas Landasan menempatkan Iman pada keberadaan Tuhan yang melihat dan mengontrol manusia dan Keimanan itu alami bagi Manusia, dan selalu bersemayam di Hati Nurani, membuatnya sadar setiap saat. Mengajarkan tanggung jawab atas apa yang mereka lakukan di dunia ini dan bahwa mereka dapat di adili di Hari Kemudian atas perbuatan mereka. Tidak ada sistem lain di dunia ini yang bisa menggantikan posisi Sistem Keimanan ini.

Ketiga dalam Prinsip-prinsip Etika, Agama juga memiliki prioritas khusus yang tak tergantikan oleh hal duniawi lainnya dalam pengembangan manusia, ini adalah Fakta yang tak terbantahkan, kriteria ini menantang Eksistensi maupun waktu. Apakah hal ini menimbulkan dampak yang diperlukan bagi manusia, tergantung lagi pada keyakinan Agamanya dan penerapan nya dalam masyarakat.

Sistem Peribadatan dan Muamalah dalam ajaran Agama khususnya dalam Konsepsi Islam adalah Faktor-faktor yang menjadikan suatu Keimanan yang ada dalam hati dan dalam pikiran yang abstrak, suatu hakikat yang hidup dalam amalan masyarakat. Oleh karena itu menurut Malik Bennabi dalam konsep Agama Islam, ketika Allah SWT berfirman yang artinya “dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku (QS Adz-zariyat 56:56). Allah SWT tidak bermaksud memisahkan manusia dari bumi, justru bermaksud membuka jalan yang lebar bagi manusia untuk melaksanakan kerja-kerja bumi mereka.

Oleh sebab itu dari berbagai catatan Sejarah, secara meyakinkan dapat disimpulkan bahwa semua kemunculan Imperium Islam dalam Sejarahnya tidak bisa di pisahkan dari Sejarah Keistiqamahan mereka dalam menjalankan Syariat Agama. Mereka menjadikan Rosulullah Saw, para Sahabat dan Salafussalih sebagai teladan, maka dengan itu Allah Swt memberikan jalan bagi mereka untuk menguasai dunia. Allah mudahkan urusan mereka untuk menata dunia ini menjadi lebih baik.

Terkait dengan karakteristik Peradaban Islam di atas, Ashimi mengemukakan 5 karakteristik khas yang terdapat dalam Peradaban Islam, yakni: Based on the Tauhid, Universality, Moderate Rationalism, Tolerance, Integrated and Balanced Civilization. Lebih lanjut ia juga mencatat bahwa Faktor-faktor penting yang melatari kemunculan Peradaban Islam dengan karakteristik adalah: Spritual Power, Ability to transform the ideals of the Qur’an to daily conduct, Intellectual Freedom, Opennes, dan The Spirit of seeking Knowledge.

Sebagaimana di ungkap Seyyed Hossein Nasr bahwa term Islam yang melekat dalam ragam frasa seperti “Filsafat Islam”, bersifat Islam bukan hanya karena ia di budidayakan di dunia Islam dan di lakukan oleh kaum Muslimin, melainkan karena Filsafat Islam menjabarkan Prinsip dan menimba Inspirasi dari Sumber Wahyu Islam serta menangani banyak permasalahan dengan Sumber-sumber tersebut kendatipun ada klaim-klaim yang berlawanan dari para penentangnya.


Daftar Pustaka

Tim penyusun kamus pusat pembinaan da pengembangan bahasa, KBBI. Jakarta: Depdikbud, 1988), 5. W.J.S. Poerwadarminta, Kamus umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai pusataka, 1976), 15.

Gulen, membangun peradaban kita, hlm. 16.

Gustave Le Bon, “The World of Islamic Civilization”, hlm 433-434.

Riset itu berjudul “Al-Mudd wa Al-Juzr fi Tarikh Al-Islam”, Riset tersebut disatukan bersama kumpulan Surat-menyurat An-Nadwi yang berjudul “Ila Al-Islam min Jadid”.

Al-Qaradhawi, Distorsi Sejarah Islam, hlm. 136

Ibnu Hizam, Al-Fashl fi Al-Milal wa An-Nihal” hlm. 2/241, terbitan Dar Ukazh, Jeddah.

Tentang kritik ini lihat Analisis yang tajam dalam Buku DR. Sami An-Nasyar, “Manahij al-Bahts ‘Inda Mufakkiri al-Islam wa Iktisyaf al-Manhaj al-Ilmi fi al-‘Alam al-Islami”. Cet. Dar al-Ma’arif, hlm 190-202.

Gulen., hlm. 26

Malik Bennabi, milad mujtama’, terj. ‘Abd al-Shabur Syahin, (Damascus: Dar al-Fikr, Cet. 3, 1987), 79.

Ashimi,‘Islamic Civilization:Factor behind its glory and Decline’, International journal bussines,Economic and Law 9,no.5 (2016):180-184.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar