Agama memberikan pengaruh besar dalam membangun Peradaban
Peradaban
Islam berasal dari Din (agama) yang bersumber dari wahyu Allah. Sehingga
peradaban Islam bisa dikenal juga dengan istilah tamaddun atau madaniyyah.
Islam diakui sebagai sebuah Agama dan Peradaban, karena di samping mengandung
Nilai dan Ajaran Normatif, Islam juga merupakan kreator dan spirit yang hidup
bagi sebuah Peradaban besar dunia yang eksistensinya terbentang luas lebih dari
14 abad. Kata Peradaban juga berasal dari kata “adab” yang berarti:
Kesopanan; Kehalusan dan Kebaikan Budi pekerti; Akhlak. Beradab berarti: 1) Sopan
baik budi bahasa, dan 2) telah maju tingkat kehidupan lahir batinnya. Peradaban
berarti: 1) Kemajuan (kecerdasan, kebudayaan) lahir batin; 2) hal yang
menyangkut Budi bahasa dan kebudayaan suatu bangsa.
Dari Pendekatan
Antropologis, menurut Gulen, Peradaban adalah sebuah Konsep yang memiliki
bentuk yang berbeda-beda sesuai dengan Konsep, pandangan, Falasafah dan daya Nalar
yang dimiliki orang bersangkutan. Peradaban mencakup 1) Sekumpulan kreativitas
berhubungan dengan Aktivitas Manusia, atau 2) Pola Pemikiran, Keyakinan dan
Keilmuan suatu Umat, atau 3) setiap karakter khusus tertentu baik materiil
maupun non materil.
Sejarawan
Barat yang menulis tentang Sejarah Islam mengakui bahwa Agama memiliki pengaruh
sangat kuat dalam Pendirian, Kemajuan, Kegemilangan dan Inovasi yang telah di
raih oleh Peradaban Islam.
Dalam buku
Gustave Le Bon yang berjudul “Hadharatu Al-Arab”, pada Bab 5 kita
bisa membaca tentang pengaruh Agama dalam diri umat Islam. Dia menulis “Kita
telah membahas tentang Hukum-hukum Al Quran adalah undang-undang yang tertulis.
Terdapat perbedaan besar antara ajaran tertulis dengan pelaksana ajaran
tersebut. Jika manusia ingin mengetahui pentingnya ajaran tersebut mereka harus
mengetahui sejauh mana pengaruh ajaran tersebut dalam kehidupan dan batas pengaruh
itulah yang harus di pelajari selanjutnya, hal ini tidak akan mampu kita
lakukan kecuali mengetahuinya secara rinci.”
Pengaruh
Agama Muhammad dalam jiwa para pemeluknya sangatlah besar, melebihi dari
pengaruh Agama manapun terhadap pemeluknya. Beberapa suku yang menjadikan Al Quran
sebagai pedoman masih teguh melaksanakan ajaran yang terdapat di dalamnya,
selama tiga belas abad suku tersebut melaksanakan ajaran itu.
Memang
benar dalam kehidupan umat Islam terdapat orang-orang zindik, tetapi jumlahnya
sangat kecil. Lebih dari itu kita tidak pernah melihat mereka berani melanggar
kesucian Agama Islam dengan tidak melaksanakan ajaran-ajaran yang sangat
Fundamental, seperti Salat di Masjid dan Puasa di Bulan Ramadan yang dilaksanakan
umat Islam dengan khusyu’. Padahal tidak seperti Puasa yang dilakukan
Orang-orang Kristen, Puasa tersebut tidak mengandung Hukum yang sangat ketat.
Hal itulah yang saya lihat ketika mengunjungi Negeri Islam, baik di Asia maupun
Afrika.
Suatu hari
Saya diberikan kesempatan untuk naik Perahu. Dalam Perahu tersebut terdapat
beberapa orang Arab yang di borgol karena di tuduh telah melakukan perbuatan
kriminal. Namun pada saat itu saya terkejut ketika melihat Orang-orang yang
melanggar Hukum masyarakat dan dijatuhi hukumannya tersebut tidak berani melanggar
ajaran Nabi. Ketika waktu Salat datang saya melihat borgol mereka di lepas agar
mereka bisa Sujud dan menyembah kepada Allah dengan penuh Kerendahan !
Bagi orang
yang ingin memahami Bangsa Timur yang sedikit sekali diketahui orang-orang
Eropa, dia harus menerapkan pengaruh Agama dalam diri generasinya. Agama yang
memiliki pengaruh sedikit dalam diri kita justru menjadi pengaruh besar dalam
diri mereka, kalaulah tanpa Agama, semenjak masa Revolusi Modern yang banyak
mengucurkan darah, rakyat Mesir tidak mungkin akan bisa di gerakkan.”
Kemudian
Le Bon menulis tentang kejadian yang sangat penting. Dia menulis, “Orang yang
berbicara kepada Bangsa Arab dengan nama Tuhan pasti tidak akan ditaati,
meskipun orang-orang tidak tahu apakah dia berbicara dengan nama Tuhan yang
benar. Seorang Observator Muslim atau Atheis harus menghormati kadar Keimanan
yang dalam tersebut, karena dengan hal itu lah bangsa Arab mampu menjadi bangsa
Penakluk. Namun pada saat sekarang mereka menjadi bangsa yang sabar menghadapi
Kezaliman”.
Validitas
Sejarah telah menceritakan bahwa keteguhan umat Islam memegang Agama adalah
jalan Keberhasilan mereka dalam melewati berbagai bencana besar. Sebagaimana Sejarawan
pun mencatat bahwa maju mundur Sejarah Islam banyak berkaitan dengan dekat atau
jauhnya umat Islam terhadap Agama mereka. Hal itulah yang telah di tegaskan
oleh Abul Hasan an-nadwi dalam salah satu risetnya yang sangat Briliant.
Ibnu Rusyd
membatasi peran Agama atau Wahyu hanya dalam membangun nilai utama. Ia
mengatakan bahwa Pengetahuan dan Kebenaran merupakan urusan Akal. Dalam hal ini
Ibn Rusyd membuka dihadapan Manusia Cakrawala pencarian terus-menerus terhadap
Kebenaran dan Pengetahuan.
Sejarah
Modern pun telah menegaskan bahwa Asal mula gerakan seluruh kemerdekaan untuk
melawan penjajah di Negeri Islam adalah gerakan Keagamaan. Para penggerak atau
Pemimpin Gerakan-gerakan tersebut adalah para pemimpin Agama. Hal itulah yang
telah di tegaskan oleh Sejarawan Yahudi, Bernard Lewis dalam bukunya yang
berjudul “Al-Gharb wa Asy-Syarq Al-Ausath” (Barat dan Timur Tengah).
Bagi orang
yang mempelajari Sejarah dan Peradaban Islam dengan mendalam pasti akan
mendapatkan jejak-jejak yang tidak akan di dapatkan dalam Sejarah Peradaban
lain. Jejak tersebut berasal dari Agama Islam yang di siram kepada umat islam
sebagai pembuat Sejarah.
Salah satu
jejak peninggalan Agama Islam adalah bahwa Ilmu dan Agama memiliki Hubungan
Erat. Keduanya saling berkaitan, tidak bermusuhan atau berbeda. Bagi umat Islam
Agama adalah Ilmu dan Ilmu adalah Agama. Untuk hal itulah tidak seperti Bangsa-bangsa
lain seperti bangsa Eropa di Abad pertengahan, dalam kehidupan Umat Islam tidak
pernah terjadi pertentangan tajam antara Ilmu dan Agama, pemikiran dan Akidah
atau Syariat dan Hikmah.
Sejarah
Bangsa Eropa di penuhi oleh peperangan sengit antara Ilmu dan Agama, atau
dengan kata lain antara Ilmuan dan pemuka Agama. Para Pemuka Agama memberikan warna
suci dan sakral terhadap beberapa Teori Filosofi Yunani. Padahal Filsafat
tersebut hanyalah pemikiran manusia saja. Akan tetapi tidak seorang pun
diizinkan untuk keluar atau menentangnya. Karena hal itu akan menyebabkan
Laknat Tuhan, dihukum Murtad, Heretodoksi dan sesat dari Agama.
Dalam hal
itu di buatlah Mahkamah Penyelidikan yang menyeramkan. Mahkamah tersebut
berfungsi untuk menghukum orang yang menyerang kesucian Agama, membolehkan yang
di haramkan dan keluar dari aturan yang telah di gariskan. Seperti orang yang
mengatakan bahwa Bumi itu datar bukan bulat.
Dalam
waktu yang sama, para Pelajar Muslim membaca Karya-karya Tafsir dan Ilmu Kalam
bahwa Bumi adalah bulat. Misalnya “Tafsir al-Fakhrurrazi”, karya-karya al-Jurjani dan at-Taftazani
dalam Ilmu Kalam, serta “al-Fashl fi al-Milal wa an-Nihal” karya Ibnu
Hizam. Namun pendapat tersebut tidak menimbulkan Resistensi Agama ataupun
menjadi beban bagi dunia.
Metode
Ilmiah Induktif-Eksperimen lahir dalam Peradaban Islam. Kemudian metode tersebut
di kembangkan oleh Ilmuan Muslim. Baik dalam bentuk Teori-Filsafat ataupun
Teori-Terapan. Sehingga hal itulah yang menyebabkan berkembangnya Ilmu Fisika,
Astronomi, Kimia, Anatomi, Kedokteran, Matematika, dll. Disertai dengan penerapan
yang berhasil dalam seluruh segmen kehidupan, Ilmu-ilmu tersebut berkembang
dengan cepat sekali.
Hal yang
sama di lakukan oleh Umat Islam ketika mengkritik Filsafat Aristotelianisme.
Hal tersebut bisa kita lihat dari kritikan tajam dan Ilmiah yang di lakukan
oleh Ibnu Taimiyah.
Dari Peradaban
Islamlah, bangsa Eropa mengambil Metode Eksperimen. Roger Bacon, Francis Bacon,
serta murid-murid mereka, seluruhnya belajar dari Ilmu Pengetahuan dan
Peradaban Islam. Dari Peradaban Islam inilah mereka banyak mengambil manfaat.
Posisi
Islam sebagai Sistem Peradaban inilah dapat di pahami apabila kita menelaah
Universalitas Sejarah Islam yang dengan itu kita akan mampu memahami bahwa
Islam adalah Agama yang tinggi dan tidak ada yang bisa menandinginya. Sebagai sebuah
Sistem Islam mengatur seluruh aspek dan tatanan kehidupan umat manusia, baik
berkenaan Akidah dan ‘ubidiyah, Akhlak, Mu’amalah, Sosial
kemasyarakatan, Ekonomi, Hukum, IPTEK dan sebagainya, Islam mengatur kita dari
bangun tidur sampai tidur lagi, Islam peduli kepada kita setiap saat bahkan
setiap detik. Tegaknya Peradaban Islam sangat erat kaitan nya dengan penegakan
Syariat Islam, sebab sebagai sebuah Sistem Peradaban, Syariat Islam juga adalah
pandangan hidup.
Menurut
Gulen, Agama adalah salah satu unsur terpenting dalam hidup manusia, unsur yang
tidak bisa di ganti oleh sesuatu yang lain. Menurut Gulen Agama memiliki peran
yang sangat Vital dalam pembentukan jati diri sebuah Peradaban. Agama berperan:
Pertama, Agama memainkan perang penting dalam pengorganisasian dan
pengaturan kebutuhan spritual manusia, kebutuhan yang sangat bermakna dan
penting bagi kita ketimbang kebutuhan materi. Agama memainkan peran yang
krusial dalam menentukan dan memberlakukan hukum yang merupakan prinsip yang
mengatur dalam aspek-aspek tertentu kehidupan.
Kedua, Agama
memiliki kekuatan hukum yang tidak dapat terbantahkan. Agama didasarkan atas
Landasan menempatkan Iman pada keberadaan Tuhan yang melihat dan mengontrol
manusia dan Keimanan itu alami bagi Manusia, dan selalu bersemayam di Hati Nurani,
membuatnya sadar setiap saat. Mengajarkan tanggung jawab atas apa yang mereka
lakukan di dunia ini dan bahwa mereka dapat di adili di Hari Kemudian atas
perbuatan mereka. Tidak ada sistem lain di dunia ini yang bisa menggantikan posisi
Sistem Keimanan ini.
Ketiga dalam
Prinsip-prinsip Etika, Agama juga memiliki prioritas khusus yang tak
tergantikan oleh hal duniawi lainnya dalam pengembangan manusia, ini adalah Fakta
yang tak terbantahkan, kriteria ini menantang Eksistensi maupun waktu. Apakah
hal ini menimbulkan dampak yang diperlukan bagi manusia, tergantung lagi pada
keyakinan Agamanya dan penerapan nya dalam masyarakat.
Sistem
Peribadatan dan Muamalah dalam ajaran Agama khususnya dalam Konsepsi Islam
adalah Faktor-faktor yang menjadikan suatu Keimanan yang ada dalam hati dan
dalam pikiran yang abstrak, suatu hakikat yang hidup dalam amalan masyarakat.
Oleh karena itu menurut Malik Bennabi dalam konsep Agama Islam, ketika Allah
SWT berfirman yang artinya “dan aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan untuk beribadah kepada-Ku (QS Adz-zariyat 56:56). Allah SWT tidak
bermaksud memisahkan manusia dari bumi, justru bermaksud membuka jalan yang
lebar bagi manusia untuk melaksanakan kerja-kerja bumi mereka.
Oleh sebab
itu dari berbagai catatan Sejarah, secara meyakinkan dapat disimpulkan bahwa
semua kemunculan Imperium Islam dalam Sejarahnya tidak bisa di pisahkan dari
Sejarah Keistiqamahan mereka dalam menjalankan Syariat Agama. Mereka menjadikan
Rosulullah Saw, para Sahabat dan Salafussalih sebagai teladan, maka dengan itu
Allah Swt memberikan jalan bagi mereka untuk menguasai dunia. Allah mudahkan
urusan mereka untuk menata dunia ini menjadi lebih baik.
Terkait dengan karakteristik Peradaban Islam di atas, Ashimi mengemukakan 5 karakteristik khas yang terdapat dalam Peradaban Islam, yakni: Based on the Tauhid, Universality, Moderate Rationalism, Tolerance, Integrated and Balanced Civilization. Lebih lanjut ia juga mencatat bahwa Faktor-faktor penting yang melatari kemunculan Peradaban Islam dengan karakteristik adalah: Spritual Power, Ability to transform the ideals of the Qur’an to daily conduct, Intellectual Freedom, Opennes, dan The Spirit of seeking Knowledge.
Sebagaimana di ungkap Seyyed Hossein Nasr bahwa term Islam yang melekat dalam ragam frasa seperti “Filsafat Islam”, bersifat Islam bukan hanya karena ia di budidayakan di dunia Islam dan di lakukan oleh kaum Muslimin, melainkan karena Filsafat Islam menjabarkan Prinsip dan menimba Inspirasi dari Sumber Wahyu Islam serta menangani banyak permasalahan dengan Sumber-sumber tersebut kendatipun ada klaim-klaim yang berlawanan dari para penentangnya.
Daftar Pustaka
Tim penyusun
kamus pusat pembinaan da pengembangan bahasa, KBBI. Jakarta: Depdikbud, 1988),
5. W.J.S. Poerwadarminta, Kamus umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
pusataka, 1976), 15.
Gulen, membangun
peradaban kita, hlm. 16.
Gustave Le
Bon, “The World of Islamic Civilization”, hlm 433-434.
Riset itu
berjudul “Al-Mudd wa Al-Juzr fi Tarikh Al-Islam”, Riset tersebut
disatukan bersama kumpulan Surat-menyurat An-Nadwi yang berjudul “Ila
Al-Islam min Jadid”.
Al-Qaradhawi, Distorsi Sejarah Islam,
hlm. 136
Ibnu Hizam, Al-Fashl fi Al-Milal wa
An-Nihal” hlm. 2/241, terbitan Dar Ukazh, Jeddah.
Tentang kritik
ini lihat Analisis yang tajam dalam Buku DR. Sami An-Nasyar, “Manahij
al-Bahts ‘Inda Mufakkiri al-Islam wa Iktisyaf al-Manhaj al-Ilmi fi al-‘Alam al-Islami”.
Cet. Dar al-Ma’arif, hlm 190-202.
Gulen., hlm. 26
Malik Bennabi,
milad mujtama’, terj. ‘Abd al-Shabur Syahin, (Damascus: Dar al-Fikr,
Cet. 3, 1987), 79.
Ashimi,‘Islamic
Civilization:Factor behind its glory and Decline’, International journal
bussines,Economic and Law 9,no.5 (2016):180-184.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar