Jumat, 30 September 2022

Jarang di ketahui, Inilah Kontak antara Yunani dan Islam

 Ini Fakta sebenarnya tentang Konta antara Yunani dan Islam

Gelombang Hellenisme yang masuk ke Dunia Islam telah meninggalkan bekas yang nyata berupa lahirnya kegiatan berfilsafat Orang-orang Muslim. Akan tetapi, para Filsuf Muslim tidak semata-mata mengambil Filsafat Yunani secara apa adanya. Menyadari bahwa Filsafat Yunani terlahir dari Rahim keyakinan dan Kultur yang berbeda, Filsuf Muslim kemudian berusaha menjinakkannya.

Inilah Tema Sentral dan seluruh Aktivitas Kefilsafatan di Dunia Islam dalam hubungannya dengan Ajaran Islam. Atiqul Haque menjelaskan bahwa pada abad pertengahan, para Filsuf dari Baghdad dan Andalusia (Spanyol Muslim) memberikan Sumbangsih yang besar dengan mengembangkan Sistem Pemikiran yang seimbang dengan menggabungkan Filsafat Yunani dan Islam.

Kalau Penerjemahan Karya-karya Yunani pada abad ke-8 M, dianggap sebagai masuknya Filsafat Yunani ke Dunia Islam, maka Aktivitas tersebut adalah kelanjutan dari Aktivitas sebelumnya yang telah dilakukan oleh Orang-orang Kristen Nestorian di Syria. Memang jauh sebelum Islam menaklukkan wilayah-wilayah Timur dekat Syria telah menjadi wilayah pertemuan dari kekuatan Dunia, Romawi dan Persia. karena itu Syria memainkan peran dalam penyebaran Budaya Timur dan Barat.

Posisi penting Persia ini bisa di lacak dari kisah Penaklukan Alexander yang Agung atau Darius pada tahun 331 M di Arbela. Kemenangan Alexander Agung itu menandai pertemuan dua budaya dunia, Yunani dan Persia. Setelah Alexander meninggal, Kerajaan-kerajaannya yang besar terbagi menjadi Tiga: Macedonia di Eropa, Kerajaan Ptolomeus di Mesir dengan Ibu kotanya Alexanderia, dan Kerajaan Selerucid (Seleucus) di Asia dengan Kota-kota penting Antioch di Syria, Seleucia di Mesopotimia dan Bactra di Persia sebelah Timur.

Di Pusat-pusat Studi, seperti Antioch, Ephesus dan Alexanderia, Ilmu-ilmu Yunani kuno tetap dipelajari dan di Terjemahkan ke dalam berbagai Bahasa, terutama Bahasa Siriak. Dari ruang-ruang pembeajaran inilah Filsafat Yunani merembes ke dalam Teologi Spekulatf Kristen dan memesonakan Nestorius, seorang Patriak Konstantinopel. Aktivitas Nestorius ini mengandung kemarahan kaum Konservsatif dan Ortodoks yang menganggap bahwa Aktivitas Filosofis dalam Teologi Spekulatif Kristen hanya akan menodai kesempurnaan Teologi itu sendiri. Akhirnya sekitar tahun 481 M, Gereja mengeluarkan larangan atas aktivitas pengajarannya. Karena larangan ini Nestosius dan para pengikutnya lari ke Syria untuk menghindari ancaman Gereja. Di Syria ini dia melanjutkan aktivitas dalam mempelajari Ilmu Pengetahuan dan Filsafat Yunani. Untuk tujuan ini dia mendirikan beberapa Sekolah yang diantaranya berkualitas tinggi. Disini mereka melakukan Penerjemahan dan Komentar-komentar dan ini memainkan peran yang sangat Signifikan dalam melestarikan dan menyebarkan Ilmu-ilmu Yunani. Oleh kelompok inilah Buku-buku semacam Isagoge dan Anatalica Priori karya Porphyry, Categories, Hermeneutica karya Aristoteles, beberapa Buku yang kelak sangat berpengaruh dalam Filsafat Islam, diterjemahkan.

Di abad ke-7 M, Pusat-pusat studi Ilmu Yunani bertambah lagi, yaitu Harran dan Jundishapur. Di Universitas-universitas ini, Matematika, Astronomi, Kedokteran, Filsafat dan berbagai Ilmu Pengetahuan yang lain di ajarkan. Para Pengajar di Jundishapur kebanyakan adalah Orang-orang Nestorian dan Monofisit.

Dari Sekolah-sekolah ini Ilmu-ilmu Yunani tersebar di Dunia Islam, seperti yang kebanyakan di Catat dalam Buku Sejarah, ketika Orang Islam menundukkan Kota-kota Pusat Studi Ilmu Yunani ini, mereka sama sekali tidak mengusik Institusi-institusi ini, bahkan orang-orang Arab sama sekali tidak mengintervensi Bahasa dan Budaya Penduduk Daerah yang ditundukannya. Karena itu tidak mengherankan jika pada tahap awal, aktivitas penerjemahan tidak langsung ke dalam Bahasa Arab, tetapi terlebih dahulu ke dalam bahasa Aramaik.

Secara jelas Fenomena ini ditulis oleh C.A. Qadir, 

...the centers of learning lead by Christians continued function unmolested even after they were subjugated by the muslim. This indicates not only the intellectual freedom that prevailed under muslim rule in those days, but also testifies to the muslim’s love of knowledge and the respect they paid to the scholars irrespective of their religion.

...(pusat-pusat pembelajaran yang dipimpin oleh orang-orang Kristen terus berfungsi tanpa gangguan bahkan setelah mereka ditaklukkan oleh muslim. Ini menunjukkan tidak hanya kebebasan Intelektual yang berlaku di bawah Pemerintahan Muslim pada masa itu, tetapi juga bersaksi tentang Kecintaan para Muslim akan Pengetahuan dan Rasa Hormat yang mereka berikan kepada para Cendekiawan terlepas dari Agama mereka).

Sekalipun Penerjemahan Ilmu-ilmu Yunani ke dalam Bahasa Arab telah dimulai sejak Periode Kekhalifahan Umayyah, namun aktivitas Penerjemahan baru benar-benar menemukan masanya Sejak masa Dinasti Abbasiyah, terutama sejak masa al-Mansur. Dikisahkan bahwa al-Mansur banyak memiliki Terjemahan Teks-teks Yunani, baik Filsafat maupun Ilmu Pengetahuan. Kemajuan Ilmu Pengetahuan semakin terlihat pada masa Harun ar-Rasyid berkat Antusiasme Yahya al-Barmaki, wazir Khalifah, terhadap Filsafat Yunani. Dia mendorong untuk menerjemahkan Teks-teks Yunani ke bahasa Arab. Yahya bin Masawayh, disamping menjadi Dokter Istana dia juga dipercaya untuk menerjemahkan Karya-karya Kedokteran kuno. Dan ketika al-Ma’mun (813-833 M) mendirikan Bait al-Hikmah, Yahya bin Masawayh menjadi Pengawas Penerjemahan Buku-buku Siriak, Pahlevi, Yunani, dan Sanskrit ke dalam bahasa Arab. Salah seorang yang sangat penting dalam Bait al-Hikmah adalah Hunain bin Ishaq (809-877), seorang Pejabat Masawayh dan Doktor dari Perguruan Jundishapur, yang menerjemahkan Karya-karya Plato, Aristoteles, Galen, Appolonius dan Archimedes.

Di samping Hunain yang Nestorian, Penerjemahan penting yang lain adalah Thabit bin Qurra, orang Sabean yang datang dari Harran. Bersama para pengikutnya ia menerjemahkan Karya-karya Filsafat dan Astronomi Yunani. Pekerjaan Thabit akhirnya diteruskan oleh dua orang anaknya, dua cucunya, dan dua cicitnya.

Pada masa Kekuasaan al-Ma’mun inilah kotak Warisan Yunani dengan Islam menemukan momentumnya. Lewat kerja terjemahan serta ringkasan dan Komentar-komentar terhadap Teks-teks Yunani, Ilmu Yunani benar-benar menjadi Properti Kaum Muslim. Di bawah atap Bait al-Hikmah, Warisan-warisan Intelektual Islam dan Yunani di kumpulkan. Dia membeli Karya-karya Yunani di Asia kecil. Di bawah Pemerintahannya, Abu Ya’qub al-Kindi, Filsuf Muslim keturunan Arab, memulai Kerja Intelektual nya yang kelak namanya mengawali sederetan nama besar Filsuf Muslim.

Walaupun dari Fakta-fakta yang di ungkap di atas kontak antara Yunani dan Islam tidaklah hanya menjiplak secara keseluruhan, karena ada unsur Ideologis yang berbeda antara Peradaban Yunani dan Islam. Maka kemudian para Ilmuan Islam sejatinya adalah menyaring Ilmu-ilmu Yunani yang sesuai dengan isi Wahyu Al Quran, kemudian menyebarkannya dan yang bertentangan pasti akan di beri bantahan oleh Pemikir Islam. Mereka para Filsuf Islam yakin bahwa kebenaran adalah dari Al Quran, Konsep di luar itu adalah Kekeliruan.

Untuk membedakan antara konsep Keilmuan Islam dan Filsafat Yunani maka di bedakan dengan ciri-ciri sebagai berikut.

Pertama, mereka mempunyai Kesamaan dalam melihat Kebenaran Al Quran dan Ajaran Islam sehari-hari. Tidak seorang pun dari Filsuf ini yang berani meragukan kebenaran Al Quran atau menyimpang dari Ajaran Pokok Islam.

Kedua, para Filsuf Islam percaya bahwa ada Garis yang menghubungkan Islam dengan Filsafat Yunani. Mereka meyakini bahwa Wahyu Islam merupakan kelanjutan dari Mata Rantai Perenial yang telah muncul dalam Alam Pikiran Yunani. Misalnya al-Farabi menunjukkan bahwa Plato dan Aristoteles telah mengajarkan Doktrin yang sama dengan Al Quran sekalipun dengan Bahasa yang  berbeda, tentang “apa yang harus dicari dalam kehidupan”, yaitu mencari apa yang disebut dengan Kebenaran. Mereka pun dalam mendapatkan Kebenaran dilakukan dengan Metode yang sama. Hanya saja pada Plato diungkapkan dengan Hikayat-hikayat, sedang Aristoteles mengungkapkannya dengan Samar-samar. Akan tetapi keduanya hendak mendorong pengikutnya agar menemukan Kebenaran dengan menemukan di balik Segi-seginya yang lahiriah.

Ketiga, Filsafat Islam bertujuan mendapatkan Pengetahuan dalam rangka mendapatkan Hikmah (Kearifan). Para Filsuf Muslim meyakini ketinggalan Pengetahuan dimana payungnya adalah Metafisika atau Ilahiyat.

Keempat, Kualitas Kebijaksanaan atau Kearifan yang hendak digapai oleh para Filsuf Islam adalah Kualitas Keagamaan. Filsafat Islam mengandung Unsur-unsur Keagamaan yang diambil dari Al Quran, akan tetapi mereka bukan hanya sekedar meminjamnya sebagai Unsur-unsur Keagamaan belaka, namun Sungguh-sungguh berusaha merujukkan Agama dengan Akal untuk tujuan memberi status Keilmuan pada yang Pertama. Ia menerapkan Strukur Filsafat Yunani pada Prinsip-prinsip Agama dan dengan demikian memberikan Gema Keagamaan pada Filsafat Yunani, semua hal yang tidak dilakukan oleh Guru-guru Yunani mereka. Tidak mengherankan jika Fazlur Rahman menyatakan bahwa memang bahan–bahan atau Ide Filsafat di ambil dari Yunani, tetapi Kontruksi Aktualnya jelas berwarna Islam.

Kelima, Filsafat Islam menunjukkan Kegemarannya akan masalah Pengetahuan dan Dasar-dasar Psikologi serta Ontologinya. Di dalam Filsafat Islam hampir pasti kita menemukan Analisis yang mendalam dan bagus mengenai berbagai kemampuan dan kekuasaan makhluk, tingkat-tingkat yang harus di lalui untuk mencapai kesatuan dengan Sumber segala makhluk, termasuk tingkat penyucian Moral. Dengan demikian Filsafat Ilmu Pengetahuan Islam tetapi dihangatkan dengan Semangat dan penjelasan yang di ambil dari Al Quran.

Kontak intelektual dengan Hellenisme membawa pengaruh yang sangat dalam bagi peradaban Islam, khususnya di bidang pemikiran Islam. Penerjemahan terhadap karya-karya Hellenisme tidak hanya meninggalkan karya-karya terjemahan saja, namun pada masa awal penerjemahan ini banyak bermunculan karya-karya Muslimin yang berasal dari Yunani. Selanjutnya, lahirlah generasi penulis-penulis Muslim orisinil. Mereka tidak lagi hanya menerjemahkan, membuat ikhtisar, komentar, atau sekedar mengutip, tetapi juga telah mengembangkannya dengan ajaran-ajaran Islam sehingga karya-karya tersebut oleh Lapidus dan Bernard Lewis dikatakan sebagai karya umat Islam murni dan asli. Mendukung pendapat kedua ahli sejarah di atas, Nurcholis Madjid menegaskan bahwa mustahil karya-karya tersebut dianggap sebagai carboncopy Hellenisme (Lapidus, 1991:94).

Perdebatan bahwasannya Islam menjiplak warisan keilmuwan Yunani adalah kekeliruan, justru Islam membuka keran keilmuwan yang luas sehingga bisa menyebar sampai Eropa hingga saat ini, kepedulian Islam terhadap Ilmu ialah keterbukaan terhadap segala macam budaya dan ilmu dari mana saja asalnya, dalam konteks ilmu dari yunani, Ilmuwan Islam melakukan kajian yang dalam terhadap warisan ilmu yunani, dan tidak menerima keseluruhan, tapi hanya menerima yang bersesuaian dengan prinsip ajaran-ajaran Islam dalam Al Quran dan Hadist Nabi Saw, bila terdapat pertentangan dengan prinsip tersebut, maka mereka melakukan bantahan serta kritik tajam terhadap warisan yunani tersebut, sehingga apa keilmuwan yang di terima sekarang dan menyebar sampai Eropa adalah hasil observasi yang dalam, kemudian hanya kebenaran itu lah yang Islam sebarkan.



Daftar Pustaka

Paham orang awam ataupun orang di dunia yang berbicara, berkelakuan dan hidup seperti orang Yunani (Wikepedia)

M. Atiqul Haque, Wajah peradaban: Menelusuri Jejak Pribadi-pribadi besar Islam, Budi Rahmat, et. Al. (penerj). Bandung: Zaman Wacana Mulia, 1998), hlm. 68.

C.A. Qadir, Philosophy and Science in the Islamic World, (London: Routledge, 1991), hlm. 71.

Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme dalam Islam. (Jakarta: Bulan Bintang, 1973), hlm. 10-11

C.A. Qadir, Philosophy and Science in the Islamic World, (London: Routledge, 1991), hlm. 32

Ibid., hlm. 33.

Ibid., hlm. 32.

Bernard Lewis, The Arabs in History (New York: Harper Torchbooks, 1967). Hlm. 137.

Qadir, Philosophy, hlm 34-37; cari Brockelmann, History of the Islamic Peoples, (London: Routledge & Kegan Paul Limited, 1949), hlm. 124-125.

Brockelmann, History, hlm. 125.

Nafis (ed), Rekontruksi dan Renungan, hlm. 322.

Rahman, Islam, hlm. 167.

Pengaruh Nilai Agama di dalam Peradaban Islam

 Agama memberikan pengaruh besar dalam membangun Peradaban 

Peradaban Islam berasal dari Din (agama) yang bersumber dari wahyu Allah. Sehingga peradaban Islam bisa dikenal juga dengan istilah tamaddun atau madaniyyah. Islam diakui sebagai sebuah Agama dan Peradaban, karena di samping mengandung Nilai dan Ajaran Normatif, Islam juga merupakan kreator dan spirit yang hidup bagi sebuah Peradaban besar dunia yang eksistensinya terbentang luas lebih dari 14 abad. Kata Peradaban juga berasal dari kata “adab” yang berarti: Kesopanan; Kehalusan dan Kebaikan Budi pekerti; Akhlak. Beradab berarti: 1) Sopan baik budi bahasa, dan 2) telah maju tingkat kehidupan lahir batinnya. Peradaban berarti: 1) Kemajuan (kecerdasan, kebudayaan) lahir batin; 2) hal yang menyangkut Budi bahasa dan kebudayaan suatu bangsa.

Dari Pendekatan Antropologis, menurut Gulen, Peradaban adalah sebuah Konsep yang memiliki bentuk yang berbeda-beda sesuai dengan Konsep, pandangan, Falasafah dan daya Nalar yang dimiliki orang bersangkutan. Peradaban mencakup 1) Sekumpulan kreativitas berhubungan dengan Aktivitas Manusia, atau 2) Pola Pemikiran, Keyakinan dan Keilmuan suatu Umat, atau 3) setiap karakter khusus tertentu baik materiil maupun non materil.

Sejarawan Barat yang menulis tentang Sejarah Islam mengakui bahwa Agama memiliki pengaruh sangat kuat dalam Pendirian, Kemajuan, Kegemilangan dan Inovasi yang telah di raih oleh Peradaban Islam.

Dalam buku Gustave Le Bon yang berjudul “Hadharatu Al-Arab”, pada Bab 5 kita bisa membaca tentang pengaruh Agama dalam diri umat Islam. Dia menulis “Kita telah membahas tentang Hukum-hukum Al Quran adalah undang-undang yang tertulis. Terdapat perbedaan besar antara ajaran tertulis dengan pelaksana ajaran tersebut. Jika manusia ingin mengetahui pentingnya ajaran tersebut mereka harus mengetahui sejauh mana pengaruh ajaran tersebut dalam kehidupan dan batas pengaruh itulah yang harus di pelajari selanjutnya, hal ini tidak akan mampu kita lakukan kecuali mengetahuinya secara rinci.”

Pengaruh Agama Muhammad dalam jiwa para pemeluknya sangatlah besar, melebihi dari pengaruh Agama manapun terhadap pemeluknya. Beberapa suku yang menjadikan Al Quran sebagai pedoman masih teguh melaksanakan ajaran yang terdapat di dalamnya, selama tiga belas abad suku tersebut melaksanakan ajaran itu.

Memang benar dalam kehidupan umat Islam terdapat orang-orang zindik, tetapi jumlahnya sangat kecil. Lebih dari itu kita tidak pernah melihat mereka berani melanggar kesucian Agama Islam dengan tidak melaksanakan ajaran-ajaran yang sangat Fundamental, seperti Salat di Masjid dan Puasa di Bulan Ramadan yang dilaksanakan umat Islam dengan khusyu’. Padahal tidak seperti Puasa yang dilakukan Orang-orang Kristen, Puasa tersebut tidak mengandung Hukum yang sangat ketat. Hal itulah yang saya lihat ketika mengunjungi Negeri Islam, baik di Asia maupun Afrika.

Suatu hari Saya diberikan kesempatan untuk naik Perahu. Dalam Perahu tersebut terdapat beberapa orang Arab yang di borgol karena di tuduh telah melakukan perbuatan kriminal. Namun pada saat itu saya terkejut ketika melihat Orang-orang yang melanggar Hukum masyarakat dan dijatuhi hukumannya tersebut tidak berani melanggar ajaran Nabi. Ketika waktu Salat datang saya melihat borgol mereka di lepas agar mereka bisa Sujud dan menyembah kepada Allah dengan penuh Kerendahan !

Bagi orang yang ingin memahami Bangsa Timur yang sedikit sekali diketahui orang-orang Eropa, dia harus menerapkan pengaruh Agama dalam diri generasinya. Agama yang memiliki pengaruh sedikit dalam diri kita justru menjadi pengaruh besar dalam diri mereka, kalaulah tanpa Agama, semenjak masa Revolusi Modern yang banyak mengucurkan darah, rakyat Mesir tidak mungkin akan bisa di gerakkan.”

Kemudian Le Bon menulis tentang kejadian yang sangat penting. Dia menulis, “Orang yang berbicara kepada Bangsa Arab dengan nama Tuhan pasti tidak akan ditaati, meskipun orang-orang tidak tahu apakah dia berbicara dengan nama Tuhan yang benar. Seorang Observator Muslim atau Atheis harus menghormati kadar Keimanan yang dalam tersebut, karena dengan hal itu lah bangsa Arab mampu menjadi bangsa Penakluk. Namun pada saat sekarang mereka menjadi bangsa yang sabar menghadapi Kezaliman”.

Validitas Sejarah telah menceritakan bahwa keteguhan umat Islam memegang Agama adalah jalan Keberhasilan mereka dalam melewati berbagai bencana besar. Sebagaimana Sejarawan pun mencatat bahwa maju mundur Sejarah Islam banyak berkaitan dengan dekat atau jauhnya umat Islam terhadap Agama mereka. Hal itulah yang telah di tegaskan oleh Abul Hasan an-nadwi dalam salah satu risetnya yang sangat Briliant.

Ibnu Rusyd membatasi peran Agama atau Wahyu hanya dalam membangun nilai utama. Ia mengatakan bahwa Pengetahuan dan Kebenaran merupakan urusan Akal. Dalam hal ini Ibn Rusyd membuka dihadapan Manusia Cakrawala pencarian terus-menerus terhadap Kebenaran dan Pengetahuan.

Sejarah Modern pun telah menegaskan bahwa Asal mula gerakan seluruh kemerdekaan untuk melawan penjajah di Negeri Islam adalah gerakan Keagamaan. Para penggerak atau Pemimpin Gerakan-gerakan tersebut adalah para pemimpin Agama. Hal itulah yang telah di tegaskan oleh Sejarawan Yahudi, Bernard Lewis dalam bukunya yang berjudul “Al-Gharb wa Asy-Syarq Al-Ausath” (Barat dan Timur Tengah).

Bagi orang yang mempelajari Sejarah dan Peradaban Islam dengan mendalam pasti akan mendapatkan jejak-jejak yang tidak akan di dapatkan dalam Sejarah Peradaban lain. Jejak tersebut berasal dari Agama Islam yang di siram kepada umat islam sebagai pembuat Sejarah.

Salah satu jejak peninggalan Agama Islam adalah bahwa Ilmu dan Agama memiliki Hubungan Erat. Keduanya saling berkaitan, tidak bermusuhan atau berbeda. Bagi umat Islam Agama adalah Ilmu dan Ilmu adalah Agama. Untuk hal itulah tidak seperti Bangsa-bangsa lain seperti bangsa Eropa di Abad pertengahan, dalam kehidupan Umat Islam tidak pernah terjadi pertentangan tajam antara Ilmu dan Agama, pemikiran dan Akidah atau Syariat dan Hikmah.

Sejarah Bangsa Eropa di penuhi oleh peperangan sengit antara Ilmu dan Agama, atau dengan kata lain antara Ilmuan dan pemuka Agama. Para Pemuka Agama memberikan warna suci dan sakral terhadap beberapa Teori Filosofi Yunani. Padahal Filsafat tersebut hanyalah pemikiran manusia saja. Akan tetapi tidak seorang pun diizinkan untuk keluar atau menentangnya. Karena hal itu akan menyebabkan Laknat Tuhan, dihukum Murtad, Heretodoksi dan sesat dari Agama.

Dalam hal itu di buatlah Mahkamah Penyelidikan yang menyeramkan. Mahkamah tersebut berfungsi untuk menghukum orang yang menyerang kesucian Agama, membolehkan yang di haramkan dan keluar dari aturan yang telah di gariskan. Seperti orang yang mengatakan bahwa Bumi itu datar bukan bulat.

Dalam waktu yang sama, para Pelajar Muslim membaca Karya-karya Tafsir dan Ilmu Kalam bahwa Bumi adalah bulat. Misalnya “Tafsir al-Fakhrurrazi”, karya-karya al-Jurjani dan at-Taftazani dalam Ilmu Kalam, serta “al-Fashl fi al-Milal wa an-Nihal” karya Ibnu Hizam. Namun pendapat tersebut tidak menimbulkan Resistensi Agama ataupun menjadi beban bagi dunia.

Metode Ilmiah Induktif-Eksperimen lahir dalam Peradaban Islam. Kemudian metode tersebut di kembangkan oleh Ilmuan Muslim. Baik dalam bentuk Teori-Filsafat ataupun Teori-Terapan. Sehingga hal itulah yang menyebabkan berkembangnya Ilmu Fisika, Astronomi, Kimia, Anatomi, Kedokteran, Matematika, dll. Disertai dengan penerapan yang berhasil dalam seluruh segmen kehidupan, Ilmu-ilmu tersebut berkembang dengan cepat sekali.

Hal yang sama di lakukan oleh Umat Islam ketika mengkritik Filsafat Aristotelianisme. Hal tersebut bisa kita lihat dari kritikan tajam dan Ilmiah yang di lakukan oleh Ibnu Taimiyah.

Dari Peradaban Islamlah, bangsa Eropa mengambil Metode Eksperimen. Roger Bacon, Francis Bacon, serta murid-murid mereka, seluruhnya belajar dari Ilmu Pengetahuan dan Peradaban Islam. Dari Peradaban Islam inilah mereka banyak mengambil manfaat.

Posisi Islam sebagai Sistem Peradaban inilah dapat di pahami apabila kita menelaah Universalitas Sejarah Islam yang dengan itu kita akan mampu memahami bahwa Islam adalah Agama yang tinggi dan tidak ada yang bisa menandinginya. Sebagai sebuah Sistem Islam mengatur seluruh aspek dan tatanan kehidupan umat manusia, baik berkenaan Akidah dan ‘ubidiyah, Akhlak, Mu’amalah, Sosial kemasyarakatan, Ekonomi, Hukum, IPTEK dan sebagainya, Islam mengatur kita dari bangun tidur sampai tidur lagi, Islam peduli kepada kita setiap saat bahkan setiap detik. Tegaknya Peradaban Islam sangat erat kaitan nya dengan penegakan Syariat Islam, sebab sebagai sebuah Sistem Peradaban, Syariat Islam juga adalah pandangan hidup.

Menurut Gulen, Agama adalah salah satu unsur terpenting dalam hidup manusia, unsur yang tidak bisa di ganti oleh sesuatu yang lain. Menurut Gulen Agama memiliki peran yang sangat Vital dalam pembentukan jati diri sebuah Peradaban. Agama berperan: Pertama, Agama memainkan perang penting dalam pengorganisasian dan pengaturan kebutuhan spritual manusia, kebutuhan yang sangat bermakna dan penting bagi kita ketimbang kebutuhan materi. Agama memainkan peran yang krusial dalam menentukan dan memberlakukan hukum yang merupakan prinsip yang mengatur dalam aspek-aspek tertentu kehidupan.

Kedua, Agama memiliki kekuatan hukum yang tidak dapat terbantahkan. Agama didasarkan atas Landasan menempatkan Iman pada keberadaan Tuhan yang melihat dan mengontrol manusia dan Keimanan itu alami bagi Manusia, dan selalu bersemayam di Hati Nurani, membuatnya sadar setiap saat. Mengajarkan tanggung jawab atas apa yang mereka lakukan di dunia ini dan bahwa mereka dapat di adili di Hari Kemudian atas perbuatan mereka. Tidak ada sistem lain di dunia ini yang bisa menggantikan posisi Sistem Keimanan ini.

Ketiga dalam Prinsip-prinsip Etika, Agama juga memiliki prioritas khusus yang tak tergantikan oleh hal duniawi lainnya dalam pengembangan manusia, ini adalah Fakta yang tak terbantahkan, kriteria ini menantang Eksistensi maupun waktu. Apakah hal ini menimbulkan dampak yang diperlukan bagi manusia, tergantung lagi pada keyakinan Agamanya dan penerapan nya dalam masyarakat.

Sistem Peribadatan dan Muamalah dalam ajaran Agama khususnya dalam Konsepsi Islam adalah Faktor-faktor yang menjadikan suatu Keimanan yang ada dalam hati dan dalam pikiran yang abstrak, suatu hakikat yang hidup dalam amalan masyarakat. Oleh karena itu menurut Malik Bennabi dalam konsep Agama Islam, ketika Allah SWT berfirman yang artinya “dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku (QS Adz-zariyat 56:56). Allah SWT tidak bermaksud memisahkan manusia dari bumi, justru bermaksud membuka jalan yang lebar bagi manusia untuk melaksanakan kerja-kerja bumi mereka.

Oleh sebab itu dari berbagai catatan Sejarah, secara meyakinkan dapat disimpulkan bahwa semua kemunculan Imperium Islam dalam Sejarahnya tidak bisa di pisahkan dari Sejarah Keistiqamahan mereka dalam menjalankan Syariat Agama. Mereka menjadikan Rosulullah Saw, para Sahabat dan Salafussalih sebagai teladan, maka dengan itu Allah Swt memberikan jalan bagi mereka untuk menguasai dunia. Allah mudahkan urusan mereka untuk menata dunia ini menjadi lebih baik.

Terkait dengan karakteristik Peradaban Islam di atas, Ashimi mengemukakan 5 karakteristik khas yang terdapat dalam Peradaban Islam, yakni: Based on the Tauhid, Universality, Moderate Rationalism, Tolerance, Integrated and Balanced Civilization. Lebih lanjut ia juga mencatat bahwa Faktor-faktor penting yang melatari kemunculan Peradaban Islam dengan karakteristik adalah: Spritual Power, Ability to transform the ideals of the Qur’an to daily conduct, Intellectual Freedom, Opennes, dan The Spirit of seeking Knowledge.

Sebagaimana di ungkap Seyyed Hossein Nasr bahwa term Islam yang melekat dalam ragam frasa seperti “Filsafat Islam”, bersifat Islam bukan hanya karena ia di budidayakan di dunia Islam dan di lakukan oleh kaum Muslimin, melainkan karena Filsafat Islam menjabarkan Prinsip dan menimba Inspirasi dari Sumber Wahyu Islam serta menangani banyak permasalahan dengan Sumber-sumber tersebut kendatipun ada klaim-klaim yang berlawanan dari para penentangnya.


Daftar Pustaka

Tim penyusun kamus pusat pembinaan da pengembangan bahasa, KBBI. Jakarta: Depdikbud, 1988), 5. W.J.S. Poerwadarminta, Kamus umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai pusataka, 1976), 15.

Gulen, membangun peradaban kita, hlm. 16.

Gustave Le Bon, “The World of Islamic Civilization”, hlm 433-434.

Riset itu berjudul “Al-Mudd wa Al-Juzr fi Tarikh Al-Islam”, Riset tersebut disatukan bersama kumpulan Surat-menyurat An-Nadwi yang berjudul “Ila Al-Islam min Jadid”.

Al-Qaradhawi, Distorsi Sejarah Islam, hlm. 136

Ibnu Hizam, Al-Fashl fi Al-Milal wa An-Nihal” hlm. 2/241, terbitan Dar Ukazh, Jeddah.

Tentang kritik ini lihat Analisis yang tajam dalam Buku DR. Sami An-Nasyar, “Manahij al-Bahts ‘Inda Mufakkiri al-Islam wa Iktisyaf al-Manhaj al-Ilmi fi al-‘Alam al-Islami”. Cet. Dar al-Ma’arif, hlm 190-202.

Gulen., hlm. 26

Malik Bennabi, milad mujtama’, terj. ‘Abd al-Shabur Syahin, (Damascus: Dar al-Fikr, Cet. 3, 1987), 79.

Ashimi,‘Islamic Civilization:Factor behind its glory and Decline’, International journal bussines,Economic and Law 9,no.5 (2016):180-184.

Rabu, 28 September 2022

Islam dan Kontribusinya pada Ilmu Pengetahuan

 


Sains adalah Sumbangsih terbesar Peradaban Islam kepada dunia modern, tetapi buahnya lambat masaknya. Tidak lama setelah Kebudayaan Arab Moor (Arab Spanyol) terbenam dalam kegelapan, maka Raksasa yang di lahirkannya bangkit dalam keperkasaan nya, bukan hanya Sains yang telah menghidupkan kembali Barat (Eropa), melainkan pengaruh Peradaban Islam yang lainnya juga ikut mempengaruhi. Dalam Sejarah terdapat tempat-tempat dan proses yang mempengaruhi Pemikiran dan Sains Barat oleh pemikiran dan Sains Islam yaitu : Andalusia, Shaqalliyah (Sisilia), Perang Salib di Syiria dan sekitarnya, Qustanthiniyah (Konstantinopel).

Pengaruh Ilmu Pengetahuan Islam atas Eropa yang sudah berlangsung abad ke-12 M itu menimbulkan Gerakan Kebangkitan kembali (Renaissance) Pusaka Yunani dan Eropa pada abad ke-14 M. Berkembangnya Yunani dan Eropa kali ini melalui Terjemahan-terjemahan Arab yang di pelajari dan kemudian di Terjemahkan kembali ke dalam Bahasa Latin. Hingga saat ini Peradaban Islam telah memberi Kontribusi besar dalam berbagai bidang khususnya bagi dunia Barat yang saat ini di yakini sebagai Pusat Peradaban Dunia. Kontribusi besar tersebut antara lain:

1.             Sepanjang abad ke-12 M dan sebagian abad ke-13 M, Karya-karya kaum Muslim dalam bidang Filsafat, Sains dan sebagainya telah di Terjemahkan ke dalam Bahasa Latin, khusunya dari Spanyol, penerjemahan ini sungguh telah memperkaya Kurikulum Pendidikan dunia Barat.

2.             Kaum Muslimin telah memberikan Sumbangan Eksperimental mengenai Metode dan Teori Sains ke Dunia Barat.

3.             Sistem Notasi dan Desimal Arab dalam waktu yang sama telah di kenalkan ke Dunia Barat

4.             Karya-karya dalam bentuk Terjemahan, khususnya Karya Ibnu Sina (Avicenna) dalam bidang Kedokteran di gunakan sebagai Teks di Lembaga Pendidikan tinggi sampai Pertengahan abad ke-17 M

5.             Para Ilmuwan Muslim dengan berbagai karyanya telah merangsang Kebangkitan Eropa, memperkaya dengan Kebudayaan Romawi kuno serta Literatur Klasik yang pada gilirannya melahirkan Renaissance.

6.             Lembaga-lembaga Pendidikan Islam yang telah didirikan jauh sebelum Eropa bangkit dalam bentuk ratusan Madrasah adalah pendahulu Universitas yang ada di Eropa.

7.             Para Ilmuwan Muslim berhasil melestarikan pemikiran dan Tradisi Ilmiah Romawi-Persi (Greco Helenistic) sewaktu Eropa dalam Kegelapan.

8.             Sarjana-sarjana Eropa belajar di berbagai Lembaga Pendidikan Tinggi Islam dan mentransfer Ilmu Pengetahuan ke dunia Barat.

9.             Para Ilmuwan Muslim telah menyumbangkan Pengetahuan tentang Rumah Sakit, Sanitasi, dan makanan kepada Eropa

Walaupun Tradisi Islam yang diboyong ke Barat masih belum terjadi pemisahan yang jelas antara Ilmu-ilmu yang ada dan ketika itu Ilmu Kalam, Filsafat, Tasawuf, Ilmu Alam, Matematika, dan Ilmu Kedokteran masih bercampur. Akan tetapi Islam telah mendamaikan Akal dengan Iman dan Filsafat dengan Agama. Sedangkan bangsa Barat pada masa itu masih terdapat Stereotipe yang memisahkan antara Akal dan Iman serta Filsafat dan Agama. Hal ini terjadi juga pada Ilmu Pengetahuan dan Ilmu Alam, yang mana Islam telah berjasa menyatukan Akal dengan Alam, menetapkan Kemandirian Akal, menetapkan Keberadaan Hukum Alam yang pasti, dan Keserasian Tuhan dengan Alam.

Gustav Lubun seorang Fisikawan terkemuka, Filosof dan Pendeta ia menulis Buku yang terkenal berjudul “Peradaban Islam dan Arab” yang telah di cetak ulang beberapa kali. Siapapun yang ingin mengetahui perbedaan antara Kebijakan Islam terhadap Ras-ras lain dan Kebijakan Arogansi Global yang kini mendominasi dunia dapat menemukannya dengan membaca Buku ini. Gustav Lubun dalam Buku itu menegaskan bahwa “Penghargaan yang diberikan oleh kaum Muslim terhadap pencarian dan perolehan Pengetahuan sangat Mempesona. Tidak ditemukan satu Kelompok Masyarakat pun yang melebihi mereka. Didalam Kota-kota yang dapat mereka taklukkan segera di dirikanlah Institusi-institusi dan Masjid-masjid. Mereka membangun Masjid untuk mengubah Ide-ide dan Moralitas masyarakat. Untuk meningkatkan Pengetahuan dan Pemahaman Penduduk, mereka membangun Sekolah”.

Semua Orientalis mengakui bahwa selama 600 tahun Universitas-universitas di Eropa dapat berjalan dengan bantuan Buku-buku yang diambil dari kaum Muslimin dan Bangsa Arab. Ini pengakuan orang-orang Eropa sendiri. Inilah semangat Islam dan Pendekatan Islam terhadap mereka. Bahkan dalam Perang Salib ketika mereka tiba untuk menaklukkan Palestina dan Timur tengah, mereka memboyong sekaligus Capaian-capaian Ilmiah kaum Muslimin. Inilah peran dunia Islam dalam menyebarluaskan Kebudayaan, Seni, Pengetahuan serta Teknik-teknik di samping Bidang-bidang Pengajaran kepada bangsa Eropa


Daftar Pustaka

Mehdi Nakosteen, Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat, Deskripsi Analisis Abad keemasan Islam, terj. Joko S. Kahrar dan Supriyanto Abdullah, cet. 2, (Surbaya: Risalah Gusti, 2003), hlm. 85.

Hashemi Rafsanjani . Aspek-aspek pokok Agama Islam tentang HAM, Hegemoni Barat & Solusi Dunia Modern. Bandung: Nuansa Cendekia. Hlm. 168-170.

4 Teori Kebenaran untuk menemukan 4 Jenis Kebenaran

     Secara Etimologis Kebenaran berasal dari kata Benar. Benar artinya persesuain antara Pikiran dan Kenyataan atau kesesuian antara pernyataan dengan Fakta. Ukuran Kebenaran pertama sesuai tidaknya Proposisi-proposisi itu dengan kenyataan sesungguhnya. Ukuran Kebenaran kedua adanya persesuaian atau tidak adanya pertentangan dalam dirinya

Ada Empat jenis Kebenaran yang secara umum telah di kenal oleh orang banyak, yaitu

  1. Kebenaran Religius adalah Kebenaran yang memenuhi kriteria atau di bangun berdasarkan Kaidah-kaidah Agama atau Keyakinan tertentu, yang di sebut juga Kebenaran Absolut atau Kebenaran yang tidak terbantahkan. Kebenaran ini bersifat Religius.
  2. Kebenaran Filosofis adalah Kebenaran hasil Perenungan dan pemikiran Kontemplatif terhadap Hakikat sesuatu, meskipun pemikiran Intelektual tersebut tidak bersifat Subyektif dan Relatif, tetapi Kontemplatif.
  3. Kebenaran Estetis adalah Kebenaran yang berdasarkan Penilaian Indah atau buruk, serta Cita rasa Estetis. Artinya Keindahan yang berdasarkan Harmoni dalam Pengertian luas yang menimbulkan rasa senang, tenang dan nyaman.
  4. Kebenaran Ilmiah adalah Kebenaran yang di tandai oleh terpenuhinya Syarat-syarat Ilmiah, terutama menyangkut adanya Teori yang menunjang dan sesuai dengan Bukti

Dalam kenyataan nya masalah Kebenaran itu tidak sederhana, untuk menentukan Apakah isi pertanyaan itu sesuai dengan Fakta tidaklah mudah. Masalah Kebenaran itu telah memunculkan setidaknya Empat Teori Kebenaran sebagai berikut:

  1. Teori Korespondensi yang menyatakan sebuah Pernyataan benar jika isinya sesuai dengan atau mencerminkan kenyataannya sebagaimana adanya.
  2. Teori Koheresi yang menyatakan bahwa Kebenaran adalah Kesesuaian antara sebuah pernyataan dengan Pernyataan-pernyataan lainnya yang sudah di terima sebagai Kebenaran.
  3.  Teori Pragmatik yang menyatakan bahwa yang Benar adalah yang Efektif.
  4. Teori Inter Subyektivitas yang menyatakan bahwa Kebenaran adalah Kesesuaian atau Consensus yang dapat di capai atau di terima oleh Orang, terutama diantara para Pakar Keahlian

Seiring perkembangan Zaman dan Manusia semakin banyak, Kebenaran itu mulai kabur, bahkan bagi sebagian orang di anggap Mimpi. Satu-satunya wadah Kebenaran dapat di temukan dalam Keadaan utuh terdapat pada Agama dan Filsafat. Kebenaran dapat di capai baik melalui Ekspresi Historis, maupun melalui Intuisi Intelektual.



Daftar Pustaka

Beni Ahmad Saebani. Filsafat Ilmu..., hal 32.

B. Arief Sidharta. Pengantar Logika Sebuah Langkah Pertama Pengenalan Medan Telaah. (Bandung: Refika Aditama), hal 9-10.


Minggu, 11 September 2022

Contoh-contoh bukti Sunnah sebagai Sumber Pengetahuan

 Contoh-contoh bukti Sunnah sebagai Sumber Pengetahuan



Ø  Gerhana Matahari dan Bulan

     Nabi SAW bersabda:

“Sesungghunya matahari dan bulan adalah dua tanda dari sekian tanda kebesaran Allah, keduanya tidak menggerhana karena kematian seseorang maupun karena kelahirannya, sehingga jika kalian melihat itu (gerhana), maka berdzikirlah kepada Allah SWT, bertakbirlah, salatlah dan bersedekahlah”. (HR. Bukhori, (Kitab al-Kusuf dari Abu Mas’ud).

        Pada saat terjadi Gerhana Matahari jumlah Energi Matahari yang sampai kepada kita berkurang, sehingga Suhu panas bumipun menurun, sebaliknya jika terjadi Gerhana Bulan Energi Matahari yang sampai kepada kita meningkat dan secara bersamaan naiklah Suhu Panas dalam beberapa menit. Dalam kedua situasi ini, bumi jelas menghadapi situasi yang hanya di ketahui Allah SWT. Dari sinilah Nabi SAW menyuruh kita untuk memperbanyak Dzikir, Tahmid, Takbir, Shalat dan Sedekah dengan harapan semoga Allah menghilangkan bahaya itu dari Bumi, sebab kedua peristiwa ini mengandung bahaya dan rahasia yang hanya di ketahui Allah SWT.

        Kita tentu heran dengan pengetahuan Profetik Nabi SAW yang sangat mendalam dan beliau melontarkan pada 1400 tahun silam, dimana umat manusia kala itu masih tenggelam dalam beragam Khufarat dan Mitos serta tidak ada seorangpun yang mengetahui Fakta Alam yang baru di ketahui secara persis oleh manusia pada dekade belakangan. Jadi satu Hadist ini saja sebenarnya sudah cukup menjadi bukti yang menegaskan Kebenaran Kenabian Nabi SAW dan Rosul terakhir yang senantiasa tersambung dengan Wahyu dan di ajari oleh Sang Maha Pencipta langit dan Bumi.[1]


Ø   360 Sendi dalam tubuh

Nabi SAW bersabda: “Sesungguhnya setiap manusia dari kalangan anak Adam di ciptakan dengan 360 sendi...”

        Tampak jelas dalam hadist Nabi SAW diatas bahwa yang di maksud dengan kata as-Sulama adalah Persendian memungkinkan Tulang-tulang untuk bergerak bebas. Hadist di atas menyiratkan bahwa setiap Muslim Wajib memanjatkan Syukur kepada Allah SWT atas karunianya yang diberikan kepadanya berupa kerangka (Skeleton) yang tegak lurus.

        Hal yang mencengangkan (Magnifience) dalam Hadist ini adalah Kemampuan Nabi SAW untuk menyebutkan Jumlah Sendi Manusia dengan tepat (360 sendi) pada masa ketika tidak mungkin seorang pun menguasai Ilmu yang paling mudah untuk menerangkan tubuh manusia atau Pengetahuan yang paling gampang (terneda/dasar) tentang jumlah tulang dalam kerangka manusia juga jumlah sendi-sendi di dalamnya. Hadist ini di ucapkan 1400 tahun lalu dalam lingkungan yang tidak memahami Ilmu Pengetahuan, Penelitian dan Kodifikasi.

        Hadist ini di ucapakan awal abad ke-7, sementara kita sekarang berada di awal abad ke-21 dan masih banyak sebagian besar Manusia Modern tidak mengetahui Jumlah Sendi di dalam tubuh Manusia. Sejumlah besar Professor Ahli Kedokteran dan Bedah Tulang pada awal abad ke-21 pun tidak mengetahui secara pasti jumlah tulang maupun sendi dalam tubuh manusia. Kami telah coba mengkonfirmasikan hal ini kepada sebagain besar Professor Ahli ini, namun jawaban mereka berkisar antara 200-300 tulang dan antara 100-300 sendi.

        Namun Dr. Hamid Ahmad menyebutkan dalam bukunya yang berjudul Rihlah al-Imam fi Jism al-Insan bahwa jumlah sendi dalam tubuh manusia sekitar 360 sendi sebagaimana yang di terapkan Rosulullah SAW 1400 tahun silam.

        Kerangka Manusia terdiri dari kumpulan Tulang yang menyangga tubuhnya dan memberikan bentuk sekaligus melindungi Alat-alat dan bagian-bagiannya yang lunak dan sensitif, juga menyediakan permukaan yang kokoh yang menjadi landasan urat. Tanpa Persendian yang disiapkan Allah agar sebagai besar tulang rangka manusia yang keras dapat bergerak tentu manusia akan menderita banyak kesakitan dan menghadapi berbagai macam persoalan dan kesulitan.

        Pertanyaannya siapakah selain Allah yang mungkin mengajarkan kepada Nabi SAW untuk menyelami Hal-hal Ghaib seperti ini? Jikalau Allah tidak menguatkan Ilmu ini dengan Ilmu dari sisi-Nya yang telah mendahului semua Ilmu Manusia maka akan berhentilah Ilmu yang di turunkan dan di Ilhamkan-Nya di dalam Kitab-Nya kepada Nabi Muhammad SAW, penyebutan masalah ini di dalam Hadist Shahih yang di Nisbatkan kepada Nabi SAW sebagaimana Hadist yang di kaji sekarang ini merupakan Bukti tersendiri atas Kenabian dan Kerosulan hingga Hari Kiamat.


Daftar Pustaka

  1. Zaghlul an-Najjar, al-I’jaz al-Ilmi fi as-Sunnah an-Nabawiyyah al-Juz’u al-Awwal terj. Zainal Abidin dan Syakirun Ni’am, Jakarta: Amzah. 2006. 1-52.


Asas yang mendasari Politik Perdagangan Islam

 


Politik Perdagangan Islam, berdiri atas asas sebagai berikut:

1.             Asas Perdagangan di dasarkan pada Pedagangnya, bukan Komoditi.

Dalam Permasalahan Perdagangan, baik Domestik maupun Internasional, Islam menjadikan Pedagang sebagai asas yang akan di jadikan titik perhatian dalam kajian maupun Hukum-hukum Perdagangannya. Status hukum Komoditi yang diperdagangkan akan mengikuti status hukum pedagangnya. Hukum dagang/jual-beli adalah hukum terhadap kepemilikan harta, bukan hukum terhadap harta yang di milikinya. Dengan kata lain, hukum dagang/jual-beli adalah hukum untuk penjual dan pembeli, bukan untuk harta yang di jual atau yang di beli.

2.             Perdagangan Internasional mengikuti Politik Luar Negeri Islam

Menurut Pandangan Islam, status Pedagang Internasional mengikuti kebijakan Politik Luar Negeri Islam. Negara-negara di luar Darul Islam di pandang sebagai Darul Harbi. Darul Harbi di bagi dua, yaitu Darul Harbi fi’lam yang maksudnya adalah negara yang secara nyata (de facto) sedang memerangi Islam, dan Darul Harbi Hukman, yaitu negara yang secara de facto tidak sedang berperang dengan Islam.

Berdasarkan pada pandangan Politik Luar Negeri Islam itulah, maka status pedagang dapat di kelompokkan menjadi empat hal, yaitu :

a.              Pedagang yang berstatus sebagai Warga Negara.

Warga negara Islam, yaitu Muslim maupun non-Muslim (kafir dzimmi), mempunyai Hak aktivitas untuk berdagang di luar negeri juga dalam negeri. Mereka bebas melakukan Ekspor-impor komoditi apapun tanpa harus ada Izin Negara, juga tanpa ada batasan Kuota, selama komoditi tersebut tidak membawa dharar.

b.             Pedagang dari negara Harbi Hukman.

Muslim ataupun Non-Muslim memerlukan Izin khusus dari negara jika mereka akan memasukkan Komoditinya. Hal tersebut berlaku untuk pedagang dan juga komoditinya. Jika pedagang Harbi Hukman telah berada di dalam negara, maka dia berhak untuk berdagang apa saja di dalam Negeri maupun membawa keluar komoditi apa saja selama komoditi tersebut tidak membawa dharar.

c.              Pedagang dari Negara Harbi Hukman yang terikat perjanjian.

Pedagang kafir Mu’ahad, yaitu pedagang yang berasal dari negara Harbi Hukman yang terikat perjanjian dengan negara Islam, diperlakukan sesuai dengan isi Perjanjian yang telah di sepakati, baik komoditi yang di impor maupun di ekspor ke negara Islam.

d.             Pedagang dari Negara Harbi Fi’lam.

Muslim ataupun non-Muslim di haramkan secara mutlak melakukan Ekspor maupun Impor. Perlakuan terhadap Negara yang memang secara nyata memerangi Islam adalah Embargo secara penuh, baik untuk kepentingan ekspor mapun impor. Pelanggaran terhadap embargo ini di anggap sebagai perbuatan dosa.


Solusi yang di tawarkan Islam dalam menanggulangi kelaparan tidak hanya untuk satu atau dua negara, melainkan secara Universal. Langkah-langkah kebijakan yang di ambil bagi suatu Pemerintahan mestilah melihat “isi perut rakyatnya” penuhi dulu kebutuhan mereka, kenyangkan perutnya supaya dengan itu, mereka bisa punya Energi untuk bekerja, untuk menjalankan Kebijakan Pemerintah, untuk patuh dan taat kepada Pemimpin, untuk Fokus beribadah dengan baik. Dengan salah satu cara tersebut, Pemerintah akan lebih mudah membuat kebijakan yang bak bagi rakyatnya, dan rakyat pun siap untuk menjalankannya, Simbiosis Mutualisme ada dalam hubungan rakyat dan Pemerintah


Daftar Pustaka

  1. Dwi Condro, Perdagangan Internasional, Jurnal al-Wasi’i, 2005. Hlm. 26.