Sabtu, 01 Oktober 2022

Mengetahu Sejarah dan Jejak-jejak Perang Salib

 Jejak-Jejak Perang Salib


Perang Salib di awali ketika Paus Urbanus II memenuhi permintaan Kaisar Comnenus berpidato untuk menyerang umat Islam tanggal 26 Dzulqa’idah 488H/26 November 1095 M, di Clermont, Prancis. Paus Urbanus sangat termotivasi untuk melancarkan serangan kepada kaum Muslimin di Timur karena motivasi ingin menyatukan Keuskupan Agung di Barat dengan kepemimpinan Gereja tertinggi Orthodox Timur, Secara kronologis, Perang Salib melewati tujuh fase sebagai berikut:

1.             Tahun 1050 M, di Sisilia, orang-orang Islam di usir dari daerah ini dan tak berapa lama tepatnya tahun 1063 M, Tentara Salib Prancis dan Spanyol sepakat untuk merebut kembali daerah-daerah kekuasaan Islam. Tentara Salib berhasil menguasai daerah Antiokhia, kemudian meneruskan perjalanan ke Yerussalem dan menguasainya setelah mengepung daerah ini sekian lama. Tahun 1099-1187 kaum salib mendirikan kerajaan Kristen di Yerussalem yang wilayah kekuasaannya meliputi Antiokhia, Edessa dan Tripoli. Secara Pemerintahan daerah ini I dibawah Kekuasaan Konstantinopel, namun Gereja nya di bawah kekuasaan Paus di Roma, Kekalahan kaum Muslimin pada perang kali ini lebih disebabkan oleh kelemahan umat Islam akibat wafatnya pemimpin Turki Saljuk yang bernama Malik Syah.

2.             Berlangsung dari Tahun (1147-1149 M) pada periode ini kemenangan ada di tangan kaum Muslimin setelah Nuruddin Zanki yang menggantikan ayahnya menjadi pemimpin Turki Saljuk. Ia mampu memadamkan Propaganda perang Salib yang di laksanakan oleh Bernard Calirvux. Pemimpin Tentara Salib kala itu adalah Raja Louis VII dari Prancis dan Kaisar Konrad dari Jerman.

3.             Berlangsung dari tahun (1189-1192 M), berawal dari kekalahan Tentara Salib di Tiberias oleh Sultan Saladdin, dalam Perang Salib ini kaum Salibis di pimpin oleh Kaisar Friedrich III dari Jerman dan Barbarossa, Raja Richard dari Inggris. Raja Richard berhasil menguasai daerah Pesisir dan merebut Kota Akko kemudian mengikat Perjanjian dengan Sultan Saladdin yang berisi kebebasan peziarah untuk berkunjung ke Yerussalem.

4.             Pada tahun (1202-1204 M) berawal dari keinginan Paus Innocentius untuk menguasai Mesir dengan mengirim Tentara ke Eropa Barat, namun pada kenyataannya tentara tersebut tidak pernah tiba di Mesir, malah Tentara tersebut menduduki Venesia dan Konstantinopel serta memaksa mereka untuk tunduk pada Gereja Roma.

5.             Tahun (1218-1221 M) Pasca wafatnya Paus Innocentius III penerusnya Honorius melanjutkan usaha untuk menguasai Mesir dan membuahkan hasil dengan menduduki kota Damietta sebuah daerah pantai di Mesir pada tahun 1221 M.

6.             Tahun (1248-1245 M), tahun 1244 Yerussalem kembali di duduki oleh tentara Islam akibat dari perbuatan ini, Raja Louis IX dari Prancis melakukan Perang Salib dan menyerang Mesir, namun tak membuahkan hasil bahkan ia sendiri tertawan oleh tentara Islam dan dapat bebas setelah di tebus dengan bayaran yang sangat mahal hingga kemudian ia kembali ke Prancis.

7.             Berlangsung pada tahun (1270 M), Sultan Bybars keturunan bangsa Mameluk dari Mesir berhasil mengakhiri perang ini secara gemilang dengan menguasai seluruh kekuatan dan kekuasaan tentara Salib secara berturut-turut menguasai kota Jaffa dan Antiokhia pada tahun 1286 M, Tripoli dan Lebanon tahun 1289 M, Kota Akko sebagai kota terpenting kaum Salib juga di rebut pada tahun 1291, sejak itulah kekuatan tetara salib tidak ada lagi sekaligus mengakhiri Perang Salib yang terjadi selama 7 periode.

Perang Salib berakhir pada Jumadil Awwal 6 Mei 1291. Meskipun tampaknya Perang berlangsung lama, namun perlu di catat bahwa durasi waktu damai ternyata lebih panjang dari waktu perang sehingga hal ini menciptakan persahabatan di antara dua pihak. Sayangnya interaksi tersebut lebih banyak menguntungkan Barat yang meliputi aspek seni, perdagangan, industri dan keilmuan. Selain itu meski Perang Salib telah selesai pengaruh buruk dan pencitraan buruk kaum Muslimin oleh Kristen terus berlangsung, di antara bentuk pencitraan buruk adalah penyajian kaum Muslimin dan Nabi Muhammad Saw sebagai penentang ajaran Nabi Isa as. Selanjutnya Agama Islam di identikan sebagai Agama Pedang yang disebarluaskan oleh kekerasan. Dalam pandangan William Montgomery Watt, distorsi penggambaran Islam sebagai Agama Pedang tidak berhenti bahkan terus menerus terjadi hingga kurun waktu abad ke XIX.

Meski kalah dalam Perang Salib kaum Kristen Barat banyak mengambil manfaat dari perseteruan ini. Mereka (Kaum Kristen Barat) tidak akan mengenal Peradaban Modern yang mereka alami sekarang jika tidak terlibat dalam Perang Salib, mereka membawa pulang Ilmu-ilmu tentang pendirian Rumah sakit, Ilmu Kedokteran modern, tempat mandi umum, buku-buku Astronomi, Geometri, Sastra, peralatan Navigasi dan berbagai pengetahuan lainnya yang menopang Peradaban modern mereka. Proses peralihan Ilmu di antaranya di perlihatkan oleh penerjemah bernama Adeland dari Bath yang mengunjungi Antiokia dan Tarsus pada awal abad 6 H/12 M. Sekitar seabad berikutnya Leonardo Fibonacci juga mengunjungi Mesir dan Suriah. Disamping itu pada periode inilah bangsa Barat mengenal Kincir Air yang di kembangkan oleh Qaysar ibn Musafir Ta’asif dan peralatan Kompas untuk pelayaran. Proses ini kemudian melahirkan pencerahan Ilmu Renaissance dalam bentuk penerjemahan kembali buku-buku berbahasa Arab ke dalam Bahasa Latin.

Dua orang di antara Sejarawan Barat tidak akan berbeda pendapat tentang pengaruh Perang Salib terhadap kebangkitan Eropa atau Renaissance. Selain itu mereka tidak berbeda paham tentang pengaruh interaksi kaum Salib dengan umat Islam secara langsung terhadap aliran-aliran pemikiran yang mulai muncul di Eropa ketika kaum Salib kembali ke negara mereka.

Sejarawan Barat yang sadar tidak akan menyanggah bahwa Eropa dulu dan sekarang memandang kekayaan Timur dengan mata serakah dan dengki sehingga mendominasi hubungan Timur-Barat selama berabad-abad, sehingga puncaknya ialah pecahnya Perang Salib dan sebab pertama yang mendorong Eropa tenggelam dalam perdagangan Budak dan Opium. Hal itu mulai terjadi ketika bangsa Portugal pada abad 15 M/10 H) memperdagangkan budak hitam untuk di pekerjakan di negara-negara jajahannya (di benua Amerika), lalu diikuti oleh bangsa Spanyol.

Sejak permulaan abad 15 M/10 H, perdagangan budak telah menjadi Komoditas yang menguntungkan bagi Raja-raja Eropa, terutama bagi Elizabeth I, Ratu Inggris yang merupakan penggerak pertama bagi pembentukan Kompeni Hindia Timur pada tahun 1600 M (1009 H). Serikat dagang Inggris yang resmi itu mengirim Candu ke Cina dari hasil perkebunan yang luas di Benggala. Ketika Pemerintah Cina turun dan mencegah masuknya Candu, Inggris Raya campur tangan dan menyulut api peperangan yang terkenal dalam sejarah sebagai Perang Candu.

Barang kali gambaran paling tepat bagi keserakahan Eropa adalah gambaran Sejarawan Amerika, Dagobert Runes, yang berkata :

“Penjajah-penjajah pada abad ke- 15, 16 dan 17 yang menamakan diri sebagai pembawa berita gembira (penginjil) dan penjajah, sebenarnya adalah Perampok-perampok buas dan serakah yang menaikkan Salib pada haluan kapal serta tengkorak orang kulit berwarna di atas tiang kapal. Para penjajah abad ke- 18 dan 19 adalah para pemburu hamba sahaya dan negeri yang belum di kenal oleh mereka. Untuk yang datang setelah itu ambisinya adalah mengeruk kekayaan dan berlomba memperoleh pasaran baru, pertambangan baru dan perkebunan baru dengan cara-cara yang tidak berperikemanusiaan”.

Sejarawan itu pun mengungkapkan pendapatnya tentang perang salib:

“Perang Salib yang berlangsung selama 200 tahun hanya menghasilkan puing-puing kehancuran bagi Timur dan Barat sebagai akibat dari temuan mereka yang di kendalikan oleh keserakahan Ekspansi dan menjajah bangsa lain. Mereka memikul Salib di pundak mereka tetapi setan berada di hati mereka. Namun demikian mereka tidak mampu menjauhkan dan menghindarkan diri dari pengaruh kebudayaan Islam dan Bizantium. Dengan demikian Sinar Timur mulai memancar melalui celah dinding ke Eropa abad pertengahan yang gelap gulita. Apa yang di sebut Renaissance di Eropa adalah tak lebih dari penyuluhan kekayaan budaya Cordoba, Granda dan Toledo yang di alihkan ke Eropa yang semi biadab”.



Daftar Pustaka

Karen Amstrong, Perang Suci dari Perang salib hingga Perang Teluk, terj. Hikayat Darmawan, (Jakarta:Serambi, 2003), hlm 27.

Carol Hillenbrand, Perang salib sudut pandang Islam, terj. Hariadi , (Jakarta: Serambi, 2005), h. 35-35.

Ibid., hlm 36.

Karen Amstrong, Perang Suci dari Perang Salib  hingga Perang Teluk. hlm. 36.

Hitti, History, hlm. 811-813, 821, dan 840.William Montgomery Watt. Islam dan Peradaban Dunia, Pengaruh Islam atas Eropa abad pertengahan, (Bandung: Mizan, 2002), hlm 68-69.

Ismail al-Faruqi dan Lois Lamya, Atlas Budaya Islam, terj Ilyas Hasan, (Bandung: Mizan, 2001), h. 28-299

Ibid., 842,847,854 dan 857.

Ibid, loc.cit.

Qassim Assamurai, Bukti-bukti kebohongan Orientalis, hlm 40-41.

Crosscut Through History, hlm. 111.

Ibid, hlm. 52, 75.

Jumat, 30 September 2022

Jarang di ketahui, Inilah Kontak antara Yunani dan Islam

 Ini Fakta sebenarnya tentang Konta antara Yunani dan Islam

Gelombang Hellenisme yang masuk ke Dunia Islam telah meninggalkan bekas yang nyata berupa lahirnya kegiatan berfilsafat Orang-orang Muslim. Akan tetapi, para Filsuf Muslim tidak semata-mata mengambil Filsafat Yunani secara apa adanya. Menyadari bahwa Filsafat Yunani terlahir dari Rahim keyakinan dan Kultur yang berbeda, Filsuf Muslim kemudian berusaha menjinakkannya.

Inilah Tema Sentral dan seluruh Aktivitas Kefilsafatan di Dunia Islam dalam hubungannya dengan Ajaran Islam. Atiqul Haque menjelaskan bahwa pada abad pertengahan, para Filsuf dari Baghdad dan Andalusia (Spanyol Muslim) memberikan Sumbangsih yang besar dengan mengembangkan Sistem Pemikiran yang seimbang dengan menggabungkan Filsafat Yunani dan Islam.

Kalau Penerjemahan Karya-karya Yunani pada abad ke-8 M, dianggap sebagai masuknya Filsafat Yunani ke Dunia Islam, maka Aktivitas tersebut adalah kelanjutan dari Aktivitas sebelumnya yang telah dilakukan oleh Orang-orang Kristen Nestorian di Syria. Memang jauh sebelum Islam menaklukkan wilayah-wilayah Timur dekat Syria telah menjadi wilayah pertemuan dari kekuatan Dunia, Romawi dan Persia. karena itu Syria memainkan peran dalam penyebaran Budaya Timur dan Barat.

Posisi penting Persia ini bisa di lacak dari kisah Penaklukan Alexander yang Agung atau Darius pada tahun 331 M di Arbela. Kemenangan Alexander Agung itu menandai pertemuan dua budaya dunia, Yunani dan Persia. Setelah Alexander meninggal, Kerajaan-kerajaannya yang besar terbagi menjadi Tiga: Macedonia di Eropa, Kerajaan Ptolomeus di Mesir dengan Ibu kotanya Alexanderia, dan Kerajaan Selerucid (Seleucus) di Asia dengan Kota-kota penting Antioch di Syria, Seleucia di Mesopotimia dan Bactra di Persia sebelah Timur.

Di Pusat-pusat Studi, seperti Antioch, Ephesus dan Alexanderia, Ilmu-ilmu Yunani kuno tetap dipelajari dan di Terjemahkan ke dalam berbagai Bahasa, terutama Bahasa Siriak. Dari ruang-ruang pembeajaran inilah Filsafat Yunani merembes ke dalam Teologi Spekulatf Kristen dan memesonakan Nestorius, seorang Patriak Konstantinopel. Aktivitas Nestorius ini mengandung kemarahan kaum Konservsatif dan Ortodoks yang menganggap bahwa Aktivitas Filosofis dalam Teologi Spekulatif Kristen hanya akan menodai kesempurnaan Teologi itu sendiri. Akhirnya sekitar tahun 481 M, Gereja mengeluarkan larangan atas aktivitas pengajarannya. Karena larangan ini Nestosius dan para pengikutnya lari ke Syria untuk menghindari ancaman Gereja. Di Syria ini dia melanjutkan aktivitas dalam mempelajari Ilmu Pengetahuan dan Filsafat Yunani. Untuk tujuan ini dia mendirikan beberapa Sekolah yang diantaranya berkualitas tinggi. Disini mereka melakukan Penerjemahan dan Komentar-komentar dan ini memainkan peran yang sangat Signifikan dalam melestarikan dan menyebarkan Ilmu-ilmu Yunani. Oleh kelompok inilah Buku-buku semacam Isagoge dan Anatalica Priori karya Porphyry, Categories, Hermeneutica karya Aristoteles, beberapa Buku yang kelak sangat berpengaruh dalam Filsafat Islam, diterjemahkan.

Di abad ke-7 M, Pusat-pusat studi Ilmu Yunani bertambah lagi, yaitu Harran dan Jundishapur. Di Universitas-universitas ini, Matematika, Astronomi, Kedokteran, Filsafat dan berbagai Ilmu Pengetahuan yang lain di ajarkan. Para Pengajar di Jundishapur kebanyakan adalah Orang-orang Nestorian dan Monofisit.

Dari Sekolah-sekolah ini Ilmu-ilmu Yunani tersebar di Dunia Islam, seperti yang kebanyakan di Catat dalam Buku Sejarah, ketika Orang Islam menundukkan Kota-kota Pusat Studi Ilmu Yunani ini, mereka sama sekali tidak mengusik Institusi-institusi ini, bahkan orang-orang Arab sama sekali tidak mengintervensi Bahasa dan Budaya Penduduk Daerah yang ditundukannya. Karena itu tidak mengherankan jika pada tahap awal, aktivitas penerjemahan tidak langsung ke dalam Bahasa Arab, tetapi terlebih dahulu ke dalam bahasa Aramaik.

Secara jelas Fenomena ini ditulis oleh C.A. Qadir, 

...the centers of learning lead by Christians continued function unmolested even after they were subjugated by the muslim. This indicates not only the intellectual freedom that prevailed under muslim rule in those days, but also testifies to the muslim’s love of knowledge and the respect they paid to the scholars irrespective of their religion.

...(pusat-pusat pembelajaran yang dipimpin oleh orang-orang Kristen terus berfungsi tanpa gangguan bahkan setelah mereka ditaklukkan oleh muslim. Ini menunjukkan tidak hanya kebebasan Intelektual yang berlaku di bawah Pemerintahan Muslim pada masa itu, tetapi juga bersaksi tentang Kecintaan para Muslim akan Pengetahuan dan Rasa Hormat yang mereka berikan kepada para Cendekiawan terlepas dari Agama mereka).

Sekalipun Penerjemahan Ilmu-ilmu Yunani ke dalam Bahasa Arab telah dimulai sejak Periode Kekhalifahan Umayyah, namun aktivitas Penerjemahan baru benar-benar menemukan masanya Sejak masa Dinasti Abbasiyah, terutama sejak masa al-Mansur. Dikisahkan bahwa al-Mansur banyak memiliki Terjemahan Teks-teks Yunani, baik Filsafat maupun Ilmu Pengetahuan. Kemajuan Ilmu Pengetahuan semakin terlihat pada masa Harun ar-Rasyid berkat Antusiasme Yahya al-Barmaki, wazir Khalifah, terhadap Filsafat Yunani. Dia mendorong untuk menerjemahkan Teks-teks Yunani ke bahasa Arab. Yahya bin Masawayh, disamping menjadi Dokter Istana dia juga dipercaya untuk menerjemahkan Karya-karya Kedokteran kuno. Dan ketika al-Ma’mun (813-833 M) mendirikan Bait al-Hikmah, Yahya bin Masawayh menjadi Pengawas Penerjemahan Buku-buku Siriak, Pahlevi, Yunani, dan Sanskrit ke dalam bahasa Arab. Salah seorang yang sangat penting dalam Bait al-Hikmah adalah Hunain bin Ishaq (809-877), seorang Pejabat Masawayh dan Doktor dari Perguruan Jundishapur, yang menerjemahkan Karya-karya Plato, Aristoteles, Galen, Appolonius dan Archimedes.

Di samping Hunain yang Nestorian, Penerjemahan penting yang lain adalah Thabit bin Qurra, orang Sabean yang datang dari Harran. Bersama para pengikutnya ia menerjemahkan Karya-karya Filsafat dan Astronomi Yunani. Pekerjaan Thabit akhirnya diteruskan oleh dua orang anaknya, dua cucunya, dan dua cicitnya.

Pada masa Kekuasaan al-Ma’mun inilah kotak Warisan Yunani dengan Islam menemukan momentumnya. Lewat kerja terjemahan serta ringkasan dan Komentar-komentar terhadap Teks-teks Yunani, Ilmu Yunani benar-benar menjadi Properti Kaum Muslim. Di bawah atap Bait al-Hikmah, Warisan-warisan Intelektual Islam dan Yunani di kumpulkan. Dia membeli Karya-karya Yunani di Asia kecil. Di bawah Pemerintahannya, Abu Ya’qub al-Kindi, Filsuf Muslim keturunan Arab, memulai Kerja Intelektual nya yang kelak namanya mengawali sederetan nama besar Filsuf Muslim.

Walaupun dari Fakta-fakta yang di ungkap di atas kontak antara Yunani dan Islam tidaklah hanya menjiplak secara keseluruhan, karena ada unsur Ideologis yang berbeda antara Peradaban Yunani dan Islam. Maka kemudian para Ilmuan Islam sejatinya adalah menyaring Ilmu-ilmu Yunani yang sesuai dengan isi Wahyu Al Quran, kemudian menyebarkannya dan yang bertentangan pasti akan di beri bantahan oleh Pemikir Islam. Mereka para Filsuf Islam yakin bahwa kebenaran adalah dari Al Quran, Konsep di luar itu adalah Kekeliruan.

Untuk membedakan antara konsep Keilmuan Islam dan Filsafat Yunani maka di bedakan dengan ciri-ciri sebagai berikut.

Pertama, mereka mempunyai Kesamaan dalam melihat Kebenaran Al Quran dan Ajaran Islam sehari-hari. Tidak seorang pun dari Filsuf ini yang berani meragukan kebenaran Al Quran atau menyimpang dari Ajaran Pokok Islam.

Kedua, para Filsuf Islam percaya bahwa ada Garis yang menghubungkan Islam dengan Filsafat Yunani. Mereka meyakini bahwa Wahyu Islam merupakan kelanjutan dari Mata Rantai Perenial yang telah muncul dalam Alam Pikiran Yunani. Misalnya al-Farabi menunjukkan bahwa Plato dan Aristoteles telah mengajarkan Doktrin yang sama dengan Al Quran sekalipun dengan Bahasa yang  berbeda, tentang “apa yang harus dicari dalam kehidupan”, yaitu mencari apa yang disebut dengan Kebenaran. Mereka pun dalam mendapatkan Kebenaran dilakukan dengan Metode yang sama. Hanya saja pada Plato diungkapkan dengan Hikayat-hikayat, sedang Aristoteles mengungkapkannya dengan Samar-samar. Akan tetapi keduanya hendak mendorong pengikutnya agar menemukan Kebenaran dengan menemukan di balik Segi-seginya yang lahiriah.

Ketiga, Filsafat Islam bertujuan mendapatkan Pengetahuan dalam rangka mendapatkan Hikmah (Kearifan). Para Filsuf Muslim meyakini ketinggalan Pengetahuan dimana payungnya adalah Metafisika atau Ilahiyat.

Keempat, Kualitas Kebijaksanaan atau Kearifan yang hendak digapai oleh para Filsuf Islam adalah Kualitas Keagamaan. Filsafat Islam mengandung Unsur-unsur Keagamaan yang diambil dari Al Quran, akan tetapi mereka bukan hanya sekedar meminjamnya sebagai Unsur-unsur Keagamaan belaka, namun Sungguh-sungguh berusaha merujukkan Agama dengan Akal untuk tujuan memberi status Keilmuan pada yang Pertama. Ia menerapkan Strukur Filsafat Yunani pada Prinsip-prinsip Agama dan dengan demikian memberikan Gema Keagamaan pada Filsafat Yunani, semua hal yang tidak dilakukan oleh Guru-guru Yunani mereka. Tidak mengherankan jika Fazlur Rahman menyatakan bahwa memang bahan–bahan atau Ide Filsafat di ambil dari Yunani, tetapi Kontruksi Aktualnya jelas berwarna Islam.

Kelima, Filsafat Islam menunjukkan Kegemarannya akan masalah Pengetahuan dan Dasar-dasar Psikologi serta Ontologinya. Di dalam Filsafat Islam hampir pasti kita menemukan Analisis yang mendalam dan bagus mengenai berbagai kemampuan dan kekuasaan makhluk, tingkat-tingkat yang harus di lalui untuk mencapai kesatuan dengan Sumber segala makhluk, termasuk tingkat penyucian Moral. Dengan demikian Filsafat Ilmu Pengetahuan Islam tetapi dihangatkan dengan Semangat dan penjelasan yang di ambil dari Al Quran.

Kontak intelektual dengan Hellenisme membawa pengaruh yang sangat dalam bagi peradaban Islam, khususnya di bidang pemikiran Islam. Penerjemahan terhadap karya-karya Hellenisme tidak hanya meninggalkan karya-karya terjemahan saja, namun pada masa awal penerjemahan ini banyak bermunculan karya-karya Muslimin yang berasal dari Yunani. Selanjutnya, lahirlah generasi penulis-penulis Muslim orisinil. Mereka tidak lagi hanya menerjemahkan, membuat ikhtisar, komentar, atau sekedar mengutip, tetapi juga telah mengembangkannya dengan ajaran-ajaran Islam sehingga karya-karya tersebut oleh Lapidus dan Bernard Lewis dikatakan sebagai karya umat Islam murni dan asli. Mendukung pendapat kedua ahli sejarah di atas, Nurcholis Madjid menegaskan bahwa mustahil karya-karya tersebut dianggap sebagai carboncopy Hellenisme (Lapidus, 1991:94).

Perdebatan bahwasannya Islam menjiplak warisan keilmuwan Yunani adalah kekeliruan, justru Islam membuka keran keilmuwan yang luas sehingga bisa menyebar sampai Eropa hingga saat ini, kepedulian Islam terhadap Ilmu ialah keterbukaan terhadap segala macam budaya dan ilmu dari mana saja asalnya, dalam konteks ilmu dari yunani, Ilmuwan Islam melakukan kajian yang dalam terhadap warisan ilmu yunani, dan tidak menerima keseluruhan, tapi hanya menerima yang bersesuaian dengan prinsip ajaran-ajaran Islam dalam Al Quran dan Hadist Nabi Saw, bila terdapat pertentangan dengan prinsip tersebut, maka mereka melakukan bantahan serta kritik tajam terhadap warisan yunani tersebut, sehingga apa keilmuwan yang di terima sekarang dan menyebar sampai Eropa adalah hasil observasi yang dalam, kemudian hanya kebenaran itu lah yang Islam sebarkan.



Daftar Pustaka

Paham orang awam ataupun orang di dunia yang berbicara, berkelakuan dan hidup seperti orang Yunani (Wikepedia)

M. Atiqul Haque, Wajah peradaban: Menelusuri Jejak Pribadi-pribadi besar Islam, Budi Rahmat, et. Al. (penerj). Bandung: Zaman Wacana Mulia, 1998), hlm. 68.

C.A. Qadir, Philosophy and Science in the Islamic World, (London: Routledge, 1991), hlm. 71.

Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme dalam Islam. (Jakarta: Bulan Bintang, 1973), hlm. 10-11

C.A. Qadir, Philosophy and Science in the Islamic World, (London: Routledge, 1991), hlm. 32

Ibid., hlm. 33.

Ibid., hlm. 32.

Bernard Lewis, The Arabs in History (New York: Harper Torchbooks, 1967). Hlm. 137.

Qadir, Philosophy, hlm 34-37; cari Brockelmann, History of the Islamic Peoples, (London: Routledge & Kegan Paul Limited, 1949), hlm. 124-125.

Brockelmann, History, hlm. 125.

Nafis (ed), Rekontruksi dan Renungan, hlm. 322.

Rahman, Islam, hlm. 167.

Pengaruh Nilai Agama di dalam Peradaban Islam

 Agama memberikan pengaruh besar dalam membangun Peradaban 

Peradaban Islam berasal dari Din (agama) yang bersumber dari wahyu Allah. Sehingga peradaban Islam bisa dikenal juga dengan istilah tamaddun atau madaniyyah. Islam diakui sebagai sebuah Agama dan Peradaban, karena di samping mengandung Nilai dan Ajaran Normatif, Islam juga merupakan kreator dan spirit yang hidup bagi sebuah Peradaban besar dunia yang eksistensinya terbentang luas lebih dari 14 abad. Kata Peradaban juga berasal dari kata “adab” yang berarti: Kesopanan; Kehalusan dan Kebaikan Budi pekerti; Akhlak. Beradab berarti: 1) Sopan baik budi bahasa, dan 2) telah maju tingkat kehidupan lahir batinnya. Peradaban berarti: 1) Kemajuan (kecerdasan, kebudayaan) lahir batin; 2) hal yang menyangkut Budi bahasa dan kebudayaan suatu bangsa.

Dari Pendekatan Antropologis, menurut Gulen, Peradaban adalah sebuah Konsep yang memiliki bentuk yang berbeda-beda sesuai dengan Konsep, pandangan, Falasafah dan daya Nalar yang dimiliki orang bersangkutan. Peradaban mencakup 1) Sekumpulan kreativitas berhubungan dengan Aktivitas Manusia, atau 2) Pola Pemikiran, Keyakinan dan Keilmuan suatu Umat, atau 3) setiap karakter khusus tertentu baik materiil maupun non materil.

Sejarawan Barat yang menulis tentang Sejarah Islam mengakui bahwa Agama memiliki pengaruh sangat kuat dalam Pendirian, Kemajuan, Kegemilangan dan Inovasi yang telah di raih oleh Peradaban Islam.

Dalam buku Gustave Le Bon yang berjudul “Hadharatu Al-Arab”, pada Bab 5 kita bisa membaca tentang pengaruh Agama dalam diri umat Islam. Dia menulis “Kita telah membahas tentang Hukum-hukum Al Quran adalah undang-undang yang tertulis. Terdapat perbedaan besar antara ajaran tertulis dengan pelaksana ajaran tersebut. Jika manusia ingin mengetahui pentingnya ajaran tersebut mereka harus mengetahui sejauh mana pengaruh ajaran tersebut dalam kehidupan dan batas pengaruh itulah yang harus di pelajari selanjutnya, hal ini tidak akan mampu kita lakukan kecuali mengetahuinya secara rinci.”

Pengaruh Agama Muhammad dalam jiwa para pemeluknya sangatlah besar, melebihi dari pengaruh Agama manapun terhadap pemeluknya. Beberapa suku yang menjadikan Al Quran sebagai pedoman masih teguh melaksanakan ajaran yang terdapat di dalamnya, selama tiga belas abad suku tersebut melaksanakan ajaran itu.

Memang benar dalam kehidupan umat Islam terdapat orang-orang zindik, tetapi jumlahnya sangat kecil. Lebih dari itu kita tidak pernah melihat mereka berani melanggar kesucian Agama Islam dengan tidak melaksanakan ajaran-ajaran yang sangat Fundamental, seperti Salat di Masjid dan Puasa di Bulan Ramadan yang dilaksanakan umat Islam dengan khusyu’. Padahal tidak seperti Puasa yang dilakukan Orang-orang Kristen, Puasa tersebut tidak mengandung Hukum yang sangat ketat. Hal itulah yang saya lihat ketika mengunjungi Negeri Islam, baik di Asia maupun Afrika.

Suatu hari Saya diberikan kesempatan untuk naik Perahu. Dalam Perahu tersebut terdapat beberapa orang Arab yang di borgol karena di tuduh telah melakukan perbuatan kriminal. Namun pada saat itu saya terkejut ketika melihat Orang-orang yang melanggar Hukum masyarakat dan dijatuhi hukumannya tersebut tidak berani melanggar ajaran Nabi. Ketika waktu Salat datang saya melihat borgol mereka di lepas agar mereka bisa Sujud dan menyembah kepada Allah dengan penuh Kerendahan !

Bagi orang yang ingin memahami Bangsa Timur yang sedikit sekali diketahui orang-orang Eropa, dia harus menerapkan pengaruh Agama dalam diri generasinya. Agama yang memiliki pengaruh sedikit dalam diri kita justru menjadi pengaruh besar dalam diri mereka, kalaulah tanpa Agama, semenjak masa Revolusi Modern yang banyak mengucurkan darah, rakyat Mesir tidak mungkin akan bisa di gerakkan.”

Kemudian Le Bon menulis tentang kejadian yang sangat penting. Dia menulis, “Orang yang berbicara kepada Bangsa Arab dengan nama Tuhan pasti tidak akan ditaati, meskipun orang-orang tidak tahu apakah dia berbicara dengan nama Tuhan yang benar. Seorang Observator Muslim atau Atheis harus menghormati kadar Keimanan yang dalam tersebut, karena dengan hal itu lah bangsa Arab mampu menjadi bangsa Penakluk. Namun pada saat sekarang mereka menjadi bangsa yang sabar menghadapi Kezaliman”.

Validitas Sejarah telah menceritakan bahwa keteguhan umat Islam memegang Agama adalah jalan Keberhasilan mereka dalam melewati berbagai bencana besar. Sebagaimana Sejarawan pun mencatat bahwa maju mundur Sejarah Islam banyak berkaitan dengan dekat atau jauhnya umat Islam terhadap Agama mereka. Hal itulah yang telah di tegaskan oleh Abul Hasan an-nadwi dalam salah satu risetnya yang sangat Briliant.

Ibnu Rusyd membatasi peran Agama atau Wahyu hanya dalam membangun nilai utama. Ia mengatakan bahwa Pengetahuan dan Kebenaran merupakan urusan Akal. Dalam hal ini Ibn Rusyd membuka dihadapan Manusia Cakrawala pencarian terus-menerus terhadap Kebenaran dan Pengetahuan.

Sejarah Modern pun telah menegaskan bahwa Asal mula gerakan seluruh kemerdekaan untuk melawan penjajah di Negeri Islam adalah gerakan Keagamaan. Para penggerak atau Pemimpin Gerakan-gerakan tersebut adalah para pemimpin Agama. Hal itulah yang telah di tegaskan oleh Sejarawan Yahudi, Bernard Lewis dalam bukunya yang berjudul “Al-Gharb wa Asy-Syarq Al-Ausath” (Barat dan Timur Tengah).

Bagi orang yang mempelajari Sejarah dan Peradaban Islam dengan mendalam pasti akan mendapatkan jejak-jejak yang tidak akan di dapatkan dalam Sejarah Peradaban lain. Jejak tersebut berasal dari Agama Islam yang di siram kepada umat islam sebagai pembuat Sejarah.

Salah satu jejak peninggalan Agama Islam adalah bahwa Ilmu dan Agama memiliki Hubungan Erat. Keduanya saling berkaitan, tidak bermusuhan atau berbeda. Bagi umat Islam Agama adalah Ilmu dan Ilmu adalah Agama. Untuk hal itulah tidak seperti Bangsa-bangsa lain seperti bangsa Eropa di Abad pertengahan, dalam kehidupan Umat Islam tidak pernah terjadi pertentangan tajam antara Ilmu dan Agama, pemikiran dan Akidah atau Syariat dan Hikmah.

Sejarah Bangsa Eropa di penuhi oleh peperangan sengit antara Ilmu dan Agama, atau dengan kata lain antara Ilmuan dan pemuka Agama. Para Pemuka Agama memberikan warna suci dan sakral terhadap beberapa Teori Filosofi Yunani. Padahal Filsafat tersebut hanyalah pemikiran manusia saja. Akan tetapi tidak seorang pun diizinkan untuk keluar atau menentangnya. Karena hal itu akan menyebabkan Laknat Tuhan, dihukum Murtad, Heretodoksi dan sesat dari Agama.

Dalam hal itu di buatlah Mahkamah Penyelidikan yang menyeramkan. Mahkamah tersebut berfungsi untuk menghukum orang yang menyerang kesucian Agama, membolehkan yang di haramkan dan keluar dari aturan yang telah di gariskan. Seperti orang yang mengatakan bahwa Bumi itu datar bukan bulat.

Dalam waktu yang sama, para Pelajar Muslim membaca Karya-karya Tafsir dan Ilmu Kalam bahwa Bumi adalah bulat. Misalnya “Tafsir al-Fakhrurrazi”, karya-karya al-Jurjani dan at-Taftazani dalam Ilmu Kalam, serta “al-Fashl fi al-Milal wa an-Nihal” karya Ibnu Hizam. Namun pendapat tersebut tidak menimbulkan Resistensi Agama ataupun menjadi beban bagi dunia.

Metode Ilmiah Induktif-Eksperimen lahir dalam Peradaban Islam. Kemudian metode tersebut di kembangkan oleh Ilmuan Muslim. Baik dalam bentuk Teori-Filsafat ataupun Teori-Terapan. Sehingga hal itulah yang menyebabkan berkembangnya Ilmu Fisika, Astronomi, Kimia, Anatomi, Kedokteran, Matematika, dll. Disertai dengan penerapan yang berhasil dalam seluruh segmen kehidupan, Ilmu-ilmu tersebut berkembang dengan cepat sekali.

Hal yang sama di lakukan oleh Umat Islam ketika mengkritik Filsafat Aristotelianisme. Hal tersebut bisa kita lihat dari kritikan tajam dan Ilmiah yang di lakukan oleh Ibnu Taimiyah.

Dari Peradaban Islamlah, bangsa Eropa mengambil Metode Eksperimen. Roger Bacon, Francis Bacon, serta murid-murid mereka, seluruhnya belajar dari Ilmu Pengetahuan dan Peradaban Islam. Dari Peradaban Islam inilah mereka banyak mengambil manfaat.

Posisi Islam sebagai Sistem Peradaban inilah dapat di pahami apabila kita menelaah Universalitas Sejarah Islam yang dengan itu kita akan mampu memahami bahwa Islam adalah Agama yang tinggi dan tidak ada yang bisa menandinginya. Sebagai sebuah Sistem Islam mengatur seluruh aspek dan tatanan kehidupan umat manusia, baik berkenaan Akidah dan ‘ubidiyah, Akhlak, Mu’amalah, Sosial kemasyarakatan, Ekonomi, Hukum, IPTEK dan sebagainya, Islam mengatur kita dari bangun tidur sampai tidur lagi, Islam peduli kepada kita setiap saat bahkan setiap detik. Tegaknya Peradaban Islam sangat erat kaitan nya dengan penegakan Syariat Islam, sebab sebagai sebuah Sistem Peradaban, Syariat Islam juga adalah pandangan hidup.

Menurut Gulen, Agama adalah salah satu unsur terpenting dalam hidup manusia, unsur yang tidak bisa di ganti oleh sesuatu yang lain. Menurut Gulen Agama memiliki peran yang sangat Vital dalam pembentukan jati diri sebuah Peradaban. Agama berperan: Pertama, Agama memainkan perang penting dalam pengorganisasian dan pengaturan kebutuhan spritual manusia, kebutuhan yang sangat bermakna dan penting bagi kita ketimbang kebutuhan materi. Agama memainkan peran yang krusial dalam menentukan dan memberlakukan hukum yang merupakan prinsip yang mengatur dalam aspek-aspek tertentu kehidupan.

Kedua, Agama memiliki kekuatan hukum yang tidak dapat terbantahkan. Agama didasarkan atas Landasan menempatkan Iman pada keberadaan Tuhan yang melihat dan mengontrol manusia dan Keimanan itu alami bagi Manusia, dan selalu bersemayam di Hati Nurani, membuatnya sadar setiap saat. Mengajarkan tanggung jawab atas apa yang mereka lakukan di dunia ini dan bahwa mereka dapat di adili di Hari Kemudian atas perbuatan mereka. Tidak ada sistem lain di dunia ini yang bisa menggantikan posisi Sistem Keimanan ini.

Ketiga dalam Prinsip-prinsip Etika, Agama juga memiliki prioritas khusus yang tak tergantikan oleh hal duniawi lainnya dalam pengembangan manusia, ini adalah Fakta yang tak terbantahkan, kriteria ini menantang Eksistensi maupun waktu. Apakah hal ini menimbulkan dampak yang diperlukan bagi manusia, tergantung lagi pada keyakinan Agamanya dan penerapan nya dalam masyarakat.

Sistem Peribadatan dan Muamalah dalam ajaran Agama khususnya dalam Konsepsi Islam adalah Faktor-faktor yang menjadikan suatu Keimanan yang ada dalam hati dan dalam pikiran yang abstrak, suatu hakikat yang hidup dalam amalan masyarakat. Oleh karena itu menurut Malik Bennabi dalam konsep Agama Islam, ketika Allah SWT berfirman yang artinya “dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku (QS Adz-zariyat 56:56). Allah SWT tidak bermaksud memisahkan manusia dari bumi, justru bermaksud membuka jalan yang lebar bagi manusia untuk melaksanakan kerja-kerja bumi mereka.

Oleh sebab itu dari berbagai catatan Sejarah, secara meyakinkan dapat disimpulkan bahwa semua kemunculan Imperium Islam dalam Sejarahnya tidak bisa di pisahkan dari Sejarah Keistiqamahan mereka dalam menjalankan Syariat Agama. Mereka menjadikan Rosulullah Saw, para Sahabat dan Salafussalih sebagai teladan, maka dengan itu Allah Swt memberikan jalan bagi mereka untuk menguasai dunia. Allah mudahkan urusan mereka untuk menata dunia ini menjadi lebih baik.

Terkait dengan karakteristik Peradaban Islam di atas, Ashimi mengemukakan 5 karakteristik khas yang terdapat dalam Peradaban Islam, yakni: Based on the Tauhid, Universality, Moderate Rationalism, Tolerance, Integrated and Balanced Civilization. Lebih lanjut ia juga mencatat bahwa Faktor-faktor penting yang melatari kemunculan Peradaban Islam dengan karakteristik adalah: Spritual Power, Ability to transform the ideals of the Qur’an to daily conduct, Intellectual Freedom, Opennes, dan The Spirit of seeking Knowledge.

Sebagaimana di ungkap Seyyed Hossein Nasr bahwa term Islam yang melekat dalam ragam frasa seperti “Filsafat Islam”, bersifat Islam bukan hanya karena ia di budidayakan di dunia Islam dan di lakukan oleh kaum Muslimin, melainkan karena Filsafat Islam menjabarkan Prinsip dan menimba Inspirasi dari Sumber Wahyu Islam serta menangani banyak permasalahan dengan Sumber-sumber tersebut kendatipun ada klaim-klaim yang berlawanan dari para penentangnya.


Daftar Pustaka

Tim penyusun kamus pusat pembinaan da pengembangan bahasa, KBBI. Jakarta: Depdikbud, 1988), 5. W.J.S. Poerwadarminta, Kamus umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai pusataka, 1976), 15.

Gulen, membangun peradaban kita, hlm. 16.

Gustave Le Bon, “The World of Islamic Civilization”, hlm 433-434.

Riset itu berjudul “Al-Mudd wa Al-Juzr fi Tarikh Al-Islam”, Riset tersebut disatukan bersama kumpulan Surat-menyurat An-Nadwi yang berjudul “Ila Al-Islam min Jadid”.

Al-Qaradhawi, Distorsi Sejarah Islam, hlm. 136

Ibnu Hizam, Al-Fashl fi Al-Milal wa An-Nihal” hlm. 2/241, terbitan Dar Ukazh, Jeddah.

Tentang kritik ini lihat Analisis yang tajam dalam Buku DR. Sami An-Nasyar, “Manahij al-Bahts ‘Inda Mufakkiri al-Islam wa Iktisyaf al-Manhaj al-Ilmi fi al-‘Alam al-Islami”. Cet. Dar al-Ma’arif, hlm 190-202.

Gulen., hlm. 26

Malik Bennabi, milad mujtama’, terj. ‘Abd al-Shabur Syahin, (Damascus: Dar al-Fikr, Cet. 3, 1987), 79.

Ashimi,‘Islamic Civilization:Factor behind its glory and Decline’, International journal bussines,Economic and Law 9,no.5 (2016):180-184.

Rabu, 28 September 2022

Islam dan Kontribusinya pada Ilmu Pengetahuan

 


Sains adalah Sumbangsih terbesar Peradaban Islam kepada dunia modern, tetapi buahnya lambat masaknya. Tidak lama setelah Kebudayaan Arab Moor (Arab Spanyol) terbenam dalam kegelapan, maka Raksasa yang di lahirkannya bangkit dalam keperkasaan nya, bukan hanya Sains yang telah menghidupkan kembali Barat (Eropa), melainkan pengaruh Peradaban Islam yang lainnya juga ikut mempengaruhi. Dalam Sejarah terdapat tempat-tempat dan proses yang mempengaruhi Pemikiran dan Sains Barat oleh pemikiran dan Sains Islam yaitu : Andalusia, Shaqalliyah (Sisilia), Perang Salib di Syiria dan sekitarnya, Qustanthiniyah (Konstantinopel).

Pengaruh Ilmu Pengetahuan Islam atas Eropa yang sudah berlangsung abad ke-12 M itu menimbulkan Gerakan Kebangkitan kembali (Renaissance) Pusaka Yunani dan Eropa pada abad ke-14 M. Berkembangnya Yunani dan Eropa kali ini melalui Terjemahan-terjemahan Arab yang di pelajari dan kemudian di Terjemahkan kembali ke dalam Bahasa Latin. Hingga saat ini Peradaban Islam telah memberi Kontribusi besar dalam berbagai bidang khususnya bagi dunia Barat yang saat ini di yakini sebagai Pusat Peradaban Dunia. Kontribusi besar tersebut antara lain:

1.             Sepanjang abad ke-12 M dan sebagian abad ke-13 M, Karya-karya kaum Muslim dalam bidang Filsafat, Sains dan sebagainya telah di Terjemahkan ke dalam Bahasa Latin, khusunya dari Spanyol, penerjemahan ini sungguh telah memperkaya Kurikulum Pendidikan dunia Barat.

2.             Kaum Muslimin telah memberikan Sumbangan Eksperimental mengenai Metode dan Teori Sains ke Dunia Barat.

3.             Sistem Notasi dan Desimal Arab dalam waktu yang sama telah di kenalkan ke Dunia Barat

4.             Karya-karya dalam bentuk Terjemahan, khususnya Karya Ibnu Sina (Avicenna) dalam bidang Kedokteran di gunakan sebagai Teks di Lembaga Pendidikan tinggi sampai Pertengahan abad ke-17 M

5.             Para Ilmuwan Muslim dengan berbagai karyanya telah merangsang Kebangkitan Eropa, memperkaya dengan Kebudayaan Romawi kuno serta Literatur Klasik yang pada gilirannya melahirkan Renaissance.

6.             Lembaga-lembaga Pendidikan Islam yang telah didirikan jauh sebelum Eropa bangkit dalam bentuk ratusan Madrasah adalah pendahulu Universitas yang ada di Eropa.

7.             Para Ilmuwan Muslim berhasil melestarikan pemikiran dan Tradisi Ilmiah Romawi-Persi (Greco Helenistic) sewaktu Eropa dalam Kegelapan.

8.             Sarjana-sarjana Eropa belajar di berbagai Lembaga Pendidikan Tinggi Islam dan mentransfer Ilmu Pengetahuan ke dunia Barat.

9.             Para Ilmuwan Muslim telah menyumbangkan Pengetahuan tentang Rumah Sakit, Sanitasi, dan makanan kepada Eropa

Walaupun Tradisi Islam yang diboyong ke Barat masih belum terjadi pemisahan yang jelas antara Ilmu-ilmu yang ada dan ketika itu Ilmu Kalam, Filsafat, Tasawuf, Ilmu Alam, Matematika, dan Ilmu Kedokteran masih bercampur. Akan tetapi Islam telah mendamaikan Akal dengan Iman dan Filsafat dengan Agama. Sedangkan bangsa Barat pada masa itu masih terdapat Stereotipe yang memisahkan antara Akal dan Iman serta Filsafat dan Agama. Hal ini terjadi juga pada Ilmu Pengetahuan dan Ilmu Alam, yang mana Islam telah berjasa menyatukan Akal dengan Alam, menetapkan Kemandirian Akal, menetapkan Keberadaan Hukum Alam yang pasti, dan Keserasian Tuhan dengan Alam.

Gustav Lubun seorang Fisikawan terkemuka, Filosof dan Pendeta ia menulis Buku yang terkenal berjudul “Peradaban Islam dan Arab” yang telah di cetak ulang beberapa kali. Siapapun yang ingin mengetahui perbedaan antara Kebijakan Islam terhadap Ras-ras lain dan Kebijakan Arogansi Global yang kini mendominasi dunia dapat menemukannya dengan membaca Buku ini. Gustav Lubun dalam Buku itu menegaskan bahwa “Penghargaan yang diberikan oleh kaum Muslim terhadap pencarian dan perolehan Pengetahuan sangat Mempesona. Tidak ditemukan satu Kelompok Masyarakat pun yang melebihi mereka. Didalam Kota-kota yang dapat mereka taklukkan segera di dirikanlah Institusi-institusi dan Masjid-masjid. Mereka membangun Masjid untuk mengubah Ide-ide dan Moralitas masyarakat. Untuk meningkatkan Pengetahuan dan Pemahaman Penduduk, mereka membangun Sekolah”.

Semua Orientalis mengakui bahwa selama 600 tahun Universitas-universitas di Eropa dapat berjalan dengan bantuan Buku-buku yang diambil dari kaum Muslimin dan Bangsa Arab. Ini pengakuan orang-orang Eropa sendiri. Inilah semangat Islam dan Pendekatan Islam terhadap mereka. Bahkan dalam Perang Salib ketika mereka tiba untuk menaklukkan Palestina dan Timur tengah, mereka memboyong sekaligus Capaian-capaian Ilmiah kaum Muslimin. Inilah peran dunia Islam dalam menyebarluaskan Kebudayaan, Seni, Pengetahuan serta Teknik-teknik di samping Bidang-bidang Pengajaran kepada bangsa Eropa


Daftar Pustaka

Mehdi Nakosteen, Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat, Deskripsi Analisis Abad keemasan Islam, terj. Joko S. Kahrar dan Supriyanto Abdullah, cet. 2, (Surbaya: Risalah Gusti, 2003), hlm. 85.

Hashemi Rafsanjani . Aspek-aspek pokok Agama Islam tentang HAM, Hegemoni Barat & Solusi Dunia Modern. Bandung: Nuansa Cendekia. Hlm. 168-170.