Jejak-Jejak Perang Salib
Perang Salib di
awali ketika Paus Urbanus II memenuhi permintaan Kaisar Comnenus berpidato untuk
menyerang umat Islam tanggal 26 Dzulqa’idah 488H/26 November 1095 M, di
Clermont, Prancis. Paus Urbanus sangat termotivasi untuk melancarkan serangan kepada
kaum Muslimin di Timur karena motivasi ingin menyatukan Keuskupan Agung di
Barat dengan kepemimpinan Gereja tertinggi Orthodox Timur, Secara kronologis, Perang
Salib melewati tujuh fase sebagai berikut:
1.
Tahun
1050 M, di Sisilia, orang-orang Islam di usir dari daerah ini dan tak berapa
lama tepatnya tahun 1063 M, Tentara Salib Prancis dan Spanyol sepakat untuk
merebut kembali daerah-daerah kekuasaan Islam. Tentara Salib berhasil menguasai
daerah Antiokhia, kemudian meneruskan perjalanan ke Yerussalem dan menguasainya
setelah mengepung daerah ini sekian lama. Tahun 1099-1187 kaum salib mendirikan
kerajaan Kristen di Yerussalem yang wilayah kekuasaannya meliputi Antiokhia,
Edessa dan Tripoli. Secara Pemerintahan daerah ini I dibawah Kekuasaan
Konstantinopel, namun Gereja nya di bawah kekuasaan Paus di Roma, Kekalahan
kaum Muslimin pada perang kali ini lebih disebabkan oleh kelemahan umat Islam
akibat wafatnya pemimpin Turki Saljuk yang bernama Malik Syah.
2.
Berlangsung
dari Tahun (1147-1149 M) pada periode ini kemenangan ada di tangan kaum Muslimin
setelah Nuruddin Zanki yang menggantikan ayahnya menjadi pemimpin Turki Saljuk.
Ia mampu memadamkan Propaganda perang Salib yang di laksanakan oleh Bernard
Calirvux. Pemimpin Tentara Salib kala itu adalah Raja Louis VII dari Prancis
dan Kaisar Konrad dari Jerman.
3.
Berlangsung
dari tahun (1189-1192 M), berawal dari kekalahan Tentara Salib di Tiberias oleh
Sultan Saladdin, dalam Perang Salib ini kaum Salibis di pimpin oleh Kaisar
Friedrich III dari Jerman dan Barbarossa, Raja Richard dari Inggris. Raja
Richard berhasil menguasai daerah Pesisir dan merebut Kota Akko kemudian
mengikat Perjanjian dengan Sultan Saladdin yang berisi kebebasan peziarah untuk
berkunjung ke Yerussalem.
4.
Pada
tahun (1202-1204 M) berawal dari keinginan Paus Innocentius untuk menguasai
Mesir dengan mengirim Tentara ke Eropa Barat, namun pada kenyataannya tentara
tersebut tidak pernah tiba di Mesir, malah Tentara tersebut menduduki Venesia
dan Konstantinopel serta memaksa mereka untuk tunduk pada Gereja Roma.
5.
Tahun
(1218-1221 M) Pasca wafatnya Paus Innocentius III penerusnya Honorius
melanjutkan usaha untuk menguasai Mesir dan membuahkan hasil dengan menduduki
kota Damietta sebuah daerah pantai di Mesir pada tahun 1221 M.
6.
Tahun
(1248-1245 M), tahun 1244 Yerussalem kembali di duduki oleh tentara Islam
akibat dari perbuatan ini, Raja Louis IX dari Prancis melakukan Perang Salib
dan menyerang Mesir, namun tak membuahkan hasil bahkan ia sendiri tertawan oleh
tentara Islam dan dapat bebas setelah di tebus dengan bayaran yang sangat mahal
hingga kemudian ia kembali ke Prancis.
7.
Berlangsung
pada tahun (1270 M), Sultan Bybars keturunan bangsa Mameluk dari Mesir berhasil
mengakhiri perang ini secara gemilang dengan menguasai seluruh kekuatan dan
kekuasaan tentara Salib secara berturut-turut menguasai kota Jaffa dan
Antiokhia pada tahun 1286 M, Tripoli dan Lebanon tahun 1289 M, Kota Akko
sebagai kota terpenting kaum Salib juga di rebut pada tahun 1291, sejak itulah
kekuatan tetara salib tidak ada lagi sekaligus mengakhiri Perang Salib yang
terjadi selama 7 periode.
Perang Salib
berakhir pada Jumadil Awwal 6 Mei 1291. Meskipun tampaknya Perang berlangsung
lama, namun perlu di catat bahwa durasi waktu damai ternyata lebih panjang dari
waktu perang sehingga hal ini menciptakan persahabatan di antara dua pihak. Sayangnya interaksi tersebut lebih banyak menguntungkan Barat yang meliputi
aspek seni, perdagangan, industri dan keilmuan. Selain itu meski Perang Salib
telah selesai pengaruh buruk dan pencitraan buruk kaum Muslimin oleh Kristen
terus berlangsung, di antara bentuk pencitraan buruk adalah penyajian kaum Muslimin
dan Nabi Muhammad Saw sebagai penentang ajaran Nabi Isa as. Selanjutnya Agama
Islam di identikan sebagai Agama Pedang yang disebarluaskan oleh kekerasan.
Dalam pandangan William Montgomery Watt, distorsi penggambaran Islam sebagai
Agama Pedang tidak berhenti bahkan terus menerus terjadi hingga kurun waktu
abad ke XIX.
Meski kalah
dalam Perang Salib kaum Kristen Barat banyak mengambil manfaat dari perseteruan
ini. Mereka (Kaum Kristen Barat) tidak akan mengenal Peradaban Modern yang
mereka alami sekarang jika tidak terlibat dalam Perang Salib, mereka membawa
pulang Ilmu-ilmu tentang pendirian Rumah sakit, Ilmu Kedokteran modern, tempat
mandi umum, buku-buku Astronomi, Geometri, Sastra, peralatan Navigasi dan
berbagai pengetahuan lainnya yang menopang Peradaban modern mereka. Proses
peralihan Ilmu di antaranya di perlihatkan oleh penerjemah bernama Adeland dari
Bath yang mengunjungi Antiokia dan Tarsus pada awal abad 6 H/12 M. Sekitar
seabad berikutnya Leonardo Fibonacci juga mengunjungi Mesir dan Suriah.
Disamping itu pada periode inilah bangsa Barat mengenal Kincir Air yang di
kembangkan oleh Qaysar ibn Musafir Ta’asif dan peralatan Kompas untuk pelayaran. Proses ini kemudian melahirkan pencerahan Ilmu Renaissance dalam bentuk
penerjemahan kembali buku-buku berbahasa Arab ke dalam Bahasa Latin.
Dua orang
di antara Sejarawan Barat tidak akan berbeda pendapat tentang pengaruh Perang
Salib terhadap kebangkitan Eropa atau Renaissance. Selain itu mereka tidak
berbeda paham tentang pengaruh interaksi kaum Salib dengan umat Islam secara
langsung terhadap aliran-aliran pemikiran yang mulai muncul di Eropa ketika
kaum Salib kembali ke negara mereka.
Sejarawan Barat
yang sadar tidak akan menyanggah bahwa Eropa dulu dan sekarang memandang
kekayaan Timur dengan mata serakah dan dengki sehingga mendominasi hubungan
Timur-Barat selama berabad-abad, sehingga puncaknya ialah pecahnya Perang Salib
dan sebab pertama yang mendorong Eropa tenggelam dalam perdagangan Budak dan Opium.
Hal itu mulai terjadi ketika bangsa Portugal pada abad 15 M/10 H)
memperdagangkan budak hitam untuk di pekerjakan di negara-negara jajahannya (di
benua Amerika), lalu diikuti oleh bangsa Spanyol.
Sejak permulaan
abad 15 M/10 H, perdagangan budak telah menjadi Komoditas yang menguntungkan
bagi Raja-raja Eropa, terutama bagi Elizabeth I, Ratu Inggris yang merupakan
penggerak pertama bagi pembentukan Kompeni Hindia Timur pada tahun 1600 M (1009
H). Serikat dagang Inggris yang resmi itu mengirim Candu ke Cina dari hasil
perkebunan yang luas di Benggala. Ketika Pemerintah Cina turun dan mencegah
masuknya Candu, Inggris Raya campur tangan dan menyulut api peperangan yang terkenal
dalam sejarah sebagai Perang Candu.
Barang kali
gambaran paling tepat bagi keserakahan Eropa adalah gambaran Sejarawan Amerika,
Dagobert Runes, yang berkata :
“Penjajah-penjajah pada abad ke- 15, 16 dan 17 yang menamakan diri sebagai pembawa berita gembira (penginjil) dan penjajah, sebenarnya adalah Perampok-perampok buas dan serakah yang menaikkan Salib pada haluan kapal serta tengkorak orang kulit berwarna di atas tiang kapal. Para penjajah abad ke- 18 dan 19 adalah para pemburu hamba sahaya dan negeri yang belum di kenal oleh mereka. Untuk yang datang setelah itu ambisinya adalah mengeruk kekayaan dan berlomba memperoleh pasaran baru, pertambangan baru dan perkebunan baru dengan cara-cara yang tidak berperikemanusiaan”.
Sejarawan itu
pun mengungkapkan pendapatnya tentang perang salib:
“Perang Salib
yang berlangsung selama 200 tahun hanya menghasilkan puing-puing kehancuran
bagi Timur dan Barat sebagai akibat dari temuan mereka yang di kendalikan oleh
keserakahan Ekspansi dan menjajah bangsa lain. Mereka memikul Salib di pundak
mereka tetapi setan berada di hati mereka. Namun demikian mereka tidak mampu
menjauhkan dan menghindarkan diri dari pengaruh kebudayaan Islam dan Bizantium.
Dengan demikian Sinar Timur mulai memancar melalui celah dinding ke Eropa abad
pertengahan yang gelap gulita. Apa yang di sebut Renaissance di Eropa adalah
tak lebih dari penyuluhan kekayaan budaya Cordoba, Granda dan Toledo yang di
alihkan ke Eropa yang semi biadab”.
Karen
Amstrong, Perang Suci dari Perang salib hingga Perang Teluk, terj.
Hikayat Darmawan, (Jakarta:Serambi, 2003), hlm 27.
Carol
Hillenbrand, Perang salib sudut pandang Islam, terj. Hariadi , (Jakarta:
Serambi, 2005), h. 35-35.
Ibid., hlm 36.
Karen
Amstrong, Perang Suci dari Perang Salib
hingga Perang Teluk. hlm. 36.
Hitti, History, hlm. 811-813, 821, dan 840.William Montgomery Watt. Islam dan Peradaban Dunia, Pengaruh Islam atas Eropa abad pertengahan, (Bandung: Mizan, 2002), hlm 68-69.
Ismail
al-Faruqi dan Lois Lamya, Atlas Budaya Islam, terj Ilyas Hasan,
(Bandung: Mizan, 2001), h. 28-299
Ibid.,
842,847,854 dan 857.
Ibid, loc.cit.
Qassim
Assamurai, Bukti-bukti kebohongan Orientalis, hlm 40-41.
Crosscut
Through History, hlm. 111.
Ibid,
hlm. 52, 75.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar